Oleh : Husni Dzulvakor Rosyik
Liburan telah usai, ini sebagai penanda bahwa tahun ajaran baru
sudah dimulai. Siswa siswi baru dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas
mulai masuk sekolah dan biasanya ditandai dengan adanya MOS atau MOP. Hal ini
berbeda dengan perguruan tinggi entah swasta maupun negeri. Perguruan tinggi
mulai aktif adanya perkuliahan biasanya satu atau dua bulan setelah liburan
sekolah, hal ini terjadi karena penanggalan pada sistem perkuliahan itu
berbeda. Perbedaan juga terletak pada penerimaan peserta didik baru, kalau di
bangku sekolah umumnya hanya ada satu jalur masuk tetapi diperkuliahan biasanya
ada tiga sampai lima jalur masuk. Dari mulai SNMPTN sampai UM atau ujian
mandiri. Jadi ada kemungkinan siswa yang tidak lolos dijalur pertama bisa
mengikuti jalur selanjutnya. Masalah justru timbul disini, siswa yang lolos
dijalur terakhir biasanya mengambil jurusan atau diterima dijurusan yang bukan
pilihan dia. Yang akhirnya muncul lah istilah “salah jurusan”. Sebenarnya salah
jurusan bukan timbul dari seleksi jalur terakhir saja, siswa yang diterima
dijalur pertama atau kedua tapi diterima bukan dijurusan pertama yang dia pilih
juga bisa terjadi salah jurusan.
Salah jurusan adalah istilah untuk mereka yang merasa belum cocok
dengan jurusan yang mereka terima. Salah jurusan umum terjadi pada rentan
semester satu sampai semester dua, bahkan mungkin dari 10 mahasiswa baru 7
diantaranya merasa salah jurusan. Salah jurusan mungkin masalah yang umum bagi
mereka mahasiswa-mahasiswa baru, yang akhirnya menjadi salah satu kambing hitam
saat para mahasiswa tua atau senior menempuh skripsi, “ahh gue kayanya salah
jurusan nih, makanya gue ngga lulus-lulus”. Maka dari itu penyakit salah
jurusan harus diberantas sedini mungkin. Sebenarnya perasaan salah jurusan
terjadi dari beberapa faktor. Disini kita sebut “perasaan” karena jurusan itu
sebenarnya tidak salah, hanya perasaan kita saja yang merasa salah. Salah satu
faktor yang mungkin ini paling mendominasi adalah belum beradaptasinya
mahasiswa-mahasiswa baru dengan sistem perkuliahan, kampus atau jurusan itu
sendiri.
Sistem perkuliahan dengan saat di bangku sekolah sangat lah
berbeda. Di waktu SMA guru lah yang mencari murid, sedangkan saat kuliah
mahasiswa lah yang mencari dosen. Contohnya saat nilai ada yang tidak memenuhi
standart, guru lah yang mencari siswanya agar mengikuti remidi berbeda dengan
kuliah, saat nilai ada yang dibawah standart mahasiswa lah yang mencari dosen
meminta agar remidi bahwa bisa mati-matian mencari dosennya. Intinya saat di
bangku sekolah guru masih membimbing dengan penuh murid-muridnya, dan
diperkuliahan dosen masih membimbing tapi tidak sepenuh saat masih sekolah.
Perbedaan selanjutnya ada di jam pelajaran. Saat sekolah kita mulai jam
pelajaran dari jam tujuh sampai biasanya jam tiga atau dua dengan jam istirahat
dua kali. Kalau diperkuliahan umumnya jam pelajarannya itu loncat-loncat dan
tidak mesti dimulai dari jam tujuh. Contohnya kita jam pertama adalah jam
delapan selesai jam setengah sepuluh, dan selanjutnya bisa jam satu atau jam
tiga sore.
Dan perbedaan yang terasa sekali adalah materi pelajaran itu
sendiri. Di sekolah kita memperoleh materi yang mungkin bisa di bilang
menengah. Tetapi saat kuliah kita memperoleh materi yang sangat berbeda dengan
sekolah, apalagi yang jurusan sekolahnya tidak sejalur dengan jurusan saat
kuliah. Contohnya saat sekolah jurusan IPA, dan pas kuliah masuk jurusan ilmu
sejarah. Kalau bicara materi sebenarnya yang paling tersiksa adalah mereka para
lulusan SMK, bayangkan mereka yang pas SMK jurusan mesin atau listrik tiba-tiba
diterima di jurusan psikologi atau biologi.
Faktor yang lain yaitu belum mengenalnya mahasiswa tentang jurusan
tersebut, prospek dari jurusan itu, apa yang nanti dipelajari dijurusan itu, dll.
Biasanya dari pihak jurusan sebenarnya sudah mengadakan pengenalan jurusan
terhadap mahasiswa-mahasiswa baru saat ospek. Tetapi menurut saya kurang
maksimal, harusnya dari pihak jurusan terus memonitoring para
mahasiswa-mahasiswa baru setidaknya sampai semester dua dengan terus mengadakan
kegiatan yang secara tidak langsung mendekatkan para mahasiswa baru dengan
jurusan tersebut. Hal ini agar mahasiswa tidak merasa membeli kucing dalam
karung. Sebenarnya masih banyak lagi faktor-faktor penyebab merasa salah
jurusan, entah itu dari faktor eksternal atau pun internal mahasiswa itu
sendiri.
Salah jurusan mungkin sebenarnya tidak ada.
Perasaan-perasaan ini muncul disebabkan kita belum beradaptasi dengan sistem
perkuliahan atau belum kenalnya kita terhadap jurusan tersebut. Atau bahkan
kita belum move on dari jurusan pilihan pertama kita, akhirnya seperti
mengkambing hitamkan jurusan yang kita terima seadanya. Bisa jadi juga karena
omongan-omongan dari luar, “kamu masuk jurusan itu mau jadi apa ? dukun ?”. hilangkan
semua pertanyaan itu karena rejeki itu dimana saja, toh menurut penelitian yang
bekerja sesuai dengan jurusannya saat kuliah hanya 30%. Percayalah bahwa Allah
menakdirkan kamu diterima dijurusan tersebut bukan semata untuk percobaan,
tetapi ada sesuatu yang harus kamu pelajari disitu entah untuk diri kamu
sendiri atau orang lain. Dan tidak ada ilmu yang tidak berguna, asal kamu punya
ilmu dan itu bermanfaat dimana pun tempatnya kamu akan dihormati.
Langganan:
Postingan (Atom)