Wedus Arab Bukan Wedus Biasa

Manfaat Dzikir



MANFAAT BERDZIKIR
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah: Tasawuf Sosial
Dosen pengampu: Arikha, M.Ag



 

Disusun:
Husni Dzulvakor Rosyik         (1404046079)


JURUSAN TASAWUF & PSIKOTERAPI
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
A.    Pendahuluan
Dalam ajaran Islam, banyak kesempatan dan sarana yang Allah SWT sediakan bagi Kaum Muslimin untuk melaksanakan ibadah dzikir ini. Dalam kehidupan Muslim, ada berbagai doa yang bisa dibaca dalam beragam aktivitas dan kesempatan. Mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali, hampir seluruh satuan kegiatan ada doa khusus. Paling tidak, dalam setiap aktivitas Muslim secara umum, seyogiyanya dimulai dengan membaca basmalah, yang juga mengandung makna dzikir; menyebut dan mengingat Allah SWT.
Sa’id Ibnu Jubair ra dan para ulama lainnya menjelaskan yang dimaksud dengan dzikir, dzikir adalah semua ketaatan yang diniatkan karena Allah swt. Hal itu berarti tidak terbatas maslah tasbih, tahlil, tahmid dan takbir. Tapi semua aktifitas manusia yang diniatkan pada Allah swt. Dalam pemahaman umum tentang amal, dzkir bisa dibagi dalam tiga bagian. Yaitu dzikir bil-qolbi, dzikir bil-lisan, dan dzikir bil-arkaan (perbuatan).[1]
Demikian, begitu besar keutamaan dzikrullah, sebagaimana  ditegaskan dalam Al-Qur’an: “Dan sesungguhnya berdzikir kepada Allah itu adalah lebih besar -keutamaannya-.” (Al-’Ankabut: 45). Agar termotivasi untuk memperbanyak dzikrullah, Muslim perlu mengetahui manfaat dari ibadah ini. Satu kiat yang umum diketahui, bahwa agar seseorang termotivasi melakukan suatu hal, maka ia perlu mengetahui manfaat dari hal tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Dzikir
2.      Jenis-Jenis Dzikir
3.      Adab Berdzikir
4.      Manfaat Berdzikir





1.      Pengertian Dzikir
Menurut etimologis, dzikir berasal dari bahasa Arab yaitu dzakara, yadzkuru, dzikr yang artinya menyebut, mengingat.[2] Biasanya perilaku dzikir diperlihatkan orang hanya dalam bentuk renungan sambil duduk berkomat-kamit. Al-Qur’an memberi petunjuk bahwa dzikir itu bukan hanya ekspresi daya ingat yang ditampilkan dengan komat-kamitnya lidah sambil duduk merenung. Dalam surat an-Nisa’ ayat 103 pengertian dzikir adalah mengingat Allah. SURAT AN-NISA 103
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dzikir mempunyai arti puji-pujian kepada Allah yang diucapkan secara berulang kali. Sedangkan dzikir menurut terminologi Islam mempunyai arti yang sempit dan luas. Dzikir dalam arti sempit adalah menyebut Allah dengan membaca tasbih (subahanallah), membaca tahlil (la-ilaha illallah), membaca tahmid (alhamdulilah), membaca takbir (Allahu Akbar), membaca Al-Qur’an dan membaca doa-doa yang ma’tsur (doa yang diterima dari Nabi Muhammad saw).
Dalam arti luas, dzikir dapat diartikan sebagai perbuatan lahir dan batin yang tertuju kepada Allah karena semata-mata sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Maksudnya adalah mengingat Allah dengan cara menyebutkan nama-nama serta sifat-sifat Allah secara berulang-ulang dengan lisan.

2.      Jenis-Jenis Dzikir
Menurut Ibnu Atta, dzikir dibagi menjadi tiga jenis. Pertama dzikir jali, yaitu suatu perbuatan mengingan Allah SWT dalam bentuk ucapan-ucapan lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur dan doa kepada Allah SWT dengan suara yang jelas untuk menuntun gerakan hati. Misalnya membaca tahlil, tasbih, takbir, al-Asma’ al-Husna, membaca Al-Qur’an dan doa lainnya. Dzikir jali ada yang sifatnya terikat oleh waktu, tempat atau amalan tertentu, misalnya ucapan dalam shalat. Yang sifatnya mutlak seperti mengucapkan tahlil, tahmid, tasbih.
Kedua dzikir khafi, yaitu dzikir yang dilakukan secara khusuk oleh ingatan hati, baik disertai dzikir lisan maupun tidak. Yang ketiga adalah dzikir haqqi, yaitu dzikir yang dilakukan oleh seluruh jiwa raga, lahiriah dan batiniah, kapan di mana saja, dengan memperketat upaya memelihara seluruh jiwa raga dari larangan Allah SWT dan mengajarkan apa yang diperintahkan-Nya.
3.      Adab Berdzikir
Untuk mendapatkan kekhusukan dzikir dan membekas dalam hati, maka perlu dikerjakan sesuai adab yang diajarkan dalam islam. Dzikir hanya sekedar ucapan belaka, tidak akan membekas sama sekali kalau tidak sesuai adab.
Albanna menyatakan bahwa adab berdzikir antara lain:
1.         Kekhusukan dan kesopanan, berusaha memperoleh kesan-kesan dan memperhatikan maksud-maksud serta tujuan-tujuan dzikir.
2.         Merendakan suara sewajarnya serta konsentrasi agar tidak terganggu sesuatu yang lain.
3.         Menyesuaikan dzikir dengan suara jamaah, agar tidak ada yang tidak saling mendahului. Hal ini bertujuan agar tidak menyimpang dari bacaan yang semestinya, dan supaya tidak berlainan suara.
4.         Bersih pakaian dan tempat, agar bisa konsentrasi penuh dan bisa memperoleh kejernihan hati dan keikhlasan niatnya.

Menurut al-Nawawi, dzikir boleh dilakukan dalam segala keadaan kecuali sedang melaksanakan hajat, berhubungan seks, sedang khutbah dan sedang dalam keadaan mengantuk.
Sedangkan menurut Prof. Amin Syukur, agar dzikir dan doa kita kemungkinan besar diijabah oleh Allah, maka kita harus berusaha memenuhi persyaratan. Pertama, kita harus suci dari dosa dan najis. Ingat cerita badui yang datang dengan pakaaian kotor dan tidak beralaskan kaki, seraya berdoa kepada Allah SWT, “Ya Tuhan, Ya Tuhan berilah aku ini dan itu....” akan tetapi kondisi orang badui itu tidak bersih dan suci, baik pakaian, makanan, dan minuman. Ia juga banyak memakan dan menggunakan barang haram.” “maka bagaimana doanya akan dikabulkan oleh Allah SWT” kata Rasulullah Saw.
Kedua, setiap kali berdzikir dan berdoa kita menyebut nama Allah SWT, lalu diikuti dengan membaca sholawat kepada Nabi Saw. Dengan penuh kekhusyukan. Lalu ketiga, sebelum berdoa terlebih dahulu kita melaksanakan shalat, baik wajib maupun sunah secara khusyuk.
Keempat, sikap mental kita penuh dengan keyakinan. Ud’ullaha wa antum muqinuna bil ijabah, “Berdoalah dengan penuh keyakinan akan diijabah” begitu sabda Nabi Saw. Keyakinan ini sangat penting, karena bagaimanapun kalau tidak yakin dan tidak mantap, maka kecil kemungkinan doanya akan dikabulkan. Dan dzikir harus dilakukan secara kontinyu, karena sebaik-baiknya amal ialah dilaksanakan secara kontinyu walaupun sedikit demi sedikit.
Kelima, ini menyangkut teknis yaitu perihal posisi badan, waktu, dan tempat berdoa. Posisi berdoa sebaiknya menghadap kiblat. Kemudian waktu yang dipilih pun harus waktu-waktu yang mustajabah. Kemudian berkaitan dengan tempat misalnya di masjid. Dan yang keenam, konsisten antara ucapan dan tindakan. Hal ini diceritakan dalam suatu peristiwa, bahwa ada seorang yang mengeluh kepada Ibrahim bin Adham. Dia telah dua puluh lima tahun berdzikir dan berdoa namun belum dikabulkan oleh Allah SWT. Maka Ibrahim menyatakan: “bahwa hatimu mati dihalangi 10 perilaku yang tidak konsisten, yakni: 1) kamu mengakui hak-hak Allah tetapi tidak memenuhinya, 2) kamu membaca kitab suci-Nya, tetapi tidak mau mengamalkannya, 3) kamu mengakui cinta nabi-Nya, tetapi meninggalkan sunahnya, 4) kamu mengakui setan sebagai musuh, tetapi engkau mengikuti ajarannya, 5) kamu menyatakan bahwa mati itu benar, tetapi tidak mau menyiapkannya, 6) kamu menyatakan takut neraka-Nya, tetapi merelakan dirimu memasukinya, 7) kamu menyatakan cinta surga-Nya, tetapi tidak mau melakukan perintah-Nya, 8) kamu disibukan dengan cela dan aib orang lain, tetapi melupakan cela dan aib diri sendiri, 9) engkau memakan nikmat-Nya, tetapi tidak mau mensyukurinya, dan 10) kamu telah mengubur mayat, tetapi kamu tidak mau mengambil pelajaran daripadanya.
            Jika adab berdzikir di atas sudah dipelihara, maka orang yang berdzikir itu akan memperoleh manfaat dari bacaannya , dan tentu akan menemukan kesan dzikirnya sebagai suatu kemanisan dalam hatinya, suatu cahaya bagi jiwanya, suatu kelapangan dalam dadanya.

4.      Manfaat Dzikir
Setiap penyakit pasti ada obatnya. Hanya kematian yang tidak mungkin ditemukan obatnya. Bila sekarang ada penyakit yang belum ditemukan obatnya, misalnya HIV, bukan berarti obatnya tidak ada. Hanya belum ditemukan saja. Allah sudah menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah obat dari segala penyakit, “Dan Kami menurunkan Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar (Syifa’) dan rahmat bagi orang-orang mukmin, dan Al-Qur’an itu tidak menambah kepada orang-orang yang zalim kecuali kerugian,” (QS Al-Isra [17]: 82)
Dalam ayat tersebut terdapat kata syifa’ yang artinya penyembuh terhadap penyakit. Ada dua macam penyakit, yakni penyakit fisik dan psikis. Keduanya bisa bersumber dari pikiran atau perasaan dan dari perut. Al-ma’iddatu bait al-daa’, wa al-himyatu ra’su kulli dawa, perut adalah sumber penyakit, dan diet adalah obat segala penyakit. Sakit fisik bisa berpengaruh terhadap kondisi psikis, dan sebaliknya sakit psikis menyebabkan sakit fisik. Karenanya, usaha kita menyembuhkan penyakit harus diikuti dengan dzikir dan doa.
Demikian, begitu besar keutamaan dzikrullah, sebagaimana  ditegaskan dalam Al-Qur’an: “Dan sesungguhnya berdzikir kepada Allah itu adalah lebih besar -keutamaannya-.” (Al-’Ankabut: 45).  Agar termotivasi untuk memperbanyak dzikrullah, Muslim perlu mengetahui manfaat dari ibadah ini. Satu kiat yang umum diketahui, bahwa agar seseorang termotivasi melakukan suatu hal, maka ia perlu mengetahui manfaat dari hal tersebut.
 Imam Ghazali dalam kitabnya “Dzikurllah” menulis, “Jika Anda bertanya, kenapa dzikir kepada Allah yang dikerjakan secara samar oleh lisan dan tanpa memerlukan tenaga yang besar menjadi lebih utama dan lebih bermanfaat dibandingkan dengan sejumlah ibadah yang dalam pelaksanaannya banyak mengandung kesulitan?”. Imam Ghazali menjelaskan bahwa dzikir mengharuskan adanya rasa suka dan cinta kepada Allah Ta’ala. Maka tidak akan ada yang mengamalkannya kecuali jiwa yang dipenuhi rasa suka, dan cinta untuk selalu mengingat dan kembali kepada-Nya. Menurut Imam Ghazali ada tiga keutamaan berdzikir.
Pertama, kebahagiaan setelah kematian. Ketika seorang Muslim meninggal dunia, maka harta, istri, anak, dan kekuasaan akan meninggalkannya. Ya, tidak ada lagi yang bersamanya selain dzikir kepada Allah Ta’ala. Saat itulah, amalan dzikir akan memberikan manfaat yang luar biasa bagi diirnya. Imam Ghazali memberikan ilustrasi menarik akan hal ini. “Ada orang bertanya, ‘Ia sudah lenyap, lalu bagaimana perbuatan dzikir kepada Allah masih tetap kekal bersamanya?”
Imam Ghazali pun menjelaskan, “Sebenarnya ia tidak benar-benar lenyap, yang juga melenyapkan amalan dzikir. Ia hanya lenyap dari dunia dan alam syahadah, bukan dari alam malakut. Hal ini tertera dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 169-170.”
Kedua, senantiasa diingat oleh Allah Ta’ala. Tsabit Al-Banani berkata, “Saya tahu kapan Allah mengingatku.” Orang-orang pun merasa khawatir dengan ucapannya sehingga mereka pun bertanya, “Bagaimana kamu mengetahuinya?” Tsabit menjawab, “Saat aku mengingat-Nya, maka Dia mengingatku.” Dalam Hadits Qudsi juga disebutkan, “Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku akan bersama hamba-Ku selama ia mengingat-Ku dan kedua bibirnya bergerak karena Aku.” (HR. Baihaqi & Hakim). Di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman;
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُواْ لِي وَلاَ تَكْفُرُونِ
“Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu (QS. Al-Baqarah [2]: 152).
Subhanallah, bagaimana kalau Allah yang mengingat diri kita yang dhoif. Bayangkan saja, seorang kepala desa akan sangat senang jika dirinya senantiasa diingat oleh gubernur atau presiden. Bagaimana kalau yang mengingat kita adalah Allah Ta’ala, Rabbul ‘Alamin! Pantas jika kemudian sahabat Nabi Shallallahu alayhi wasallam, Muadz bin Jabal berkata, “Tidak ada yang disesali oleh penghuni surga selain waktu yang mereka lewatkan tanpa berdzikir kepada Allah Ta’ala.”
Ketiga, diliputi kebaikan demi kebaikan. Seorang Muslim yang senantiasa berdzikir akan senantiasa mendapatkan kebaikan demi kebaikan. Rasulullah bersabda, “Tiada suatu kaum yang duduk sambil berdzikir kepada Allah melainkan mereka akan dikelilingi oleh malaikat, diselimuti oleh rahmat dan Allah akan mengingat mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya.” (HR. Bukhari).
Sementara itu hadits yang lain menyebutkan, “Tiada suatu kaum yang berkumpul sambil mengingat Allah dimana dengan perbuatan itu mereka tidak menginginkan apa pun selain diri-Nya, melainkan penghuni langit akan berseru kepada mereka, ‘Bangkitlah, kalian telah diampuni. Keburukan-keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan-kebaikan’.” (HR. Ahmad).
Oleh karena itu, sangat luar biasa kasih sayang Allah kepada umat Islam. Manfaat dzikir yang sedemikian luar biasa bagi kehidupan dunia-akhirat kita senantiasa Allah ulang-ulang di dalam kitab-Nya agar kita terus menerus mengamalkannya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْراً كَثِيراً
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al-Ahzab [33]: 41).
Bahkan saat kita usai sholat pun, Allah tekankan agar kita terus berdzikir kepada-Nya.
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَاذْكُرُواْ اللّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِكُمْ فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَّوْقُوتاً
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring” (QS. An-Nisa [4]: 103).
Dzikir merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan  untuk mengikat energi positif. Ia membentuk akselerasi mulai dari renungan, sikap, aktualisasi, sampai kepada kegiatan memproses alam. Semua itu menghendaki terlibatnya dzikir tanpa boleh alpa sedikit pun, dan merupakan jaminan berakarnya ketenangan dalam diri. Kalau diri selalu terhubung dalam ikatan ketuhanan, maka akan tertanamlah dalam diri seseorang sifat-sifat ketuhanan yang berupa ilmu, hikmah, dan iman.
Menurut Prof. Amin Syukur, bila kita membiasakan diri untuk berdzikir ada banyak manfaat yang diperoleh. Pertama, dzikir akan memantapkan iman. Ingat kepada Allah maka lupa dengan yang lain. Ingat yang lain berarti lupa kepada-Nya. Melupakan Allah akan mempunyai dampak yang luas dalam kehidupan manusia. Kemajuan yang diciptakan manusia yang telah membawa mereka dalam kemudahan  banyak menimbulkan berbagai dampak yang tidak sesuia dengan nilai-nilai manusia. Menimbulkan manusia cenderung mempunyai sifat ingin serba cepat dan praktis serta enak dan mudah. Yang akhirnya pandangan manusia menjadi lebih bersifat materialistik. Pada saat demikian perlu suatu keseimbangan hidup dan pembimbing kejalan yang lurus. Ketika kita berdzikir berarti kita ingan kepada-Nya.
Kedua, dzikir menjadi energi bagi akhlak. Semakin moderennya kehidupan membuat penurunan moral, akibat berbagai rangsangan dari luar, terutama melalui media masa. Pada saat seperti itu, maka dzikir (sebagaimana yang dapat menumbuhkan iman tadi) mampu menjadi sumber akhlak. Dzikir demikian ini, tidak hanya dzikir substansial, namun dzikir fungsional.
Dengan demikian, betapa penting mengetahui (ma’rifat) dan mengingat (dzikir) Allah, baik terhadap nama-nama maupun sifat-sifat-Nya. Kemudian maknanya ditumbuhkan dalam diri secara aktif. Karena sesungguhnya iman adalah keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan direalisasikan dengan perbuatan. Seorang muslim yang mampu menginternalisasikan sifat-sifat dan nama-nama Tuhan ke dalam dirinya, kemudian mengekspresikannya dalam perilaku sehari-hari, jadilah orang itu manusia yang baik dan jaminan masuk surga.[3]
Sudah barang tentu yang menumbuhkan akhlak al-karimah itu ialah dzikir yang disertai pengertian dan pemahaman terhadap apa yang dibaca dan diucapkannya itu. Ketika membaca Allah Akbar (Allah Maha Besar), akan memantul sifat lemah lembut, sebab hanya Dialah yang Maha Kuasa, sedang dirinya lemah. Ar-Razzaq (Maha Rezeki), Al-Jawwad (Dermawan), maka akan tumbuh sifat-sifat kedermawanan.[4]
Ketiga, dzikir akan menghindarkan kita terhindar dari bahaya. Dalam kehidupan ini, bahaya bisa datang kapan saja dan dimana saja. Kita tidak mungkin bisa menghindar dari kemungkinan datangnya bahaya. Ingat kepada Allah, yang berarti konsentrasi terhadap ketentuan-Nya, menjadikan kita serius dalam melakukan sesuatu. Hal ini secara otomatis akan menghindarkan kita dari bahaya. Terjadinya musibah dikarenakan lengah terhadap hukum alam dan menyimpang terhadap sunatullah. Kita bisa mengambil contoh dari peristiwa Nabi Yunus as. yang tertelan ikan. Pada saat seperti itu dia masih bisa mengendalikan diri dan sadar diri, sambil terus mengingat Allah.
Keempat, dzikir menjadi media bagi terapi jiwa. Beragkat dari masyarakat modern, khususnya masyarakat barat yang dapat digolongkan sebagai the post industrial society, yang justru mendapatkan kenyataan yang bertolak belakang dari apa yang diharapkan. Mereka yang telah mencapai puncak kenikmatan materi malah dihinggapi rasa cemas sehingga tanpa disadari integritas kemanusiaannya tereduksi, dan terperangkap pada jaringan sistem rasionalitas teknologi yang sangat tidak manusiawi. Akibatnya mereka tak mempunyai pegangan hidup yang mapan. Lebih dari itu muncul dekadensi moral dan perbuatan brutal serta tindakan yang sangat menyimpang.
Islam dengan prinsip tauhidnya mengutamakan integritas diri. Tuhan adalah satu, manusia diciptakan harus terpadu dan menyatu, baik dalam pikiran maupun perilaku sehari-hari. Pusat hidup dan poros penyatuan dan integritas itu disebut dzikir.[5]
Dan ini lah manfaat dzikir menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Al-Wabil Ash Shayyib:
1.      Mengusir setan.
2.      Mendatangkan ridha Ar Rahman.
3.      Menghilangkan gelisah dan hati yang gundah gulana.
4.      Hati menjadi gembira dan lapang.
5.      Menguatkan hati dan badan.
6.      Menerangi hati dan wajah menjadi bersinar.
7.      Mendatangkan rizki.
8.      Orang yang berdzikir akan merasakan manisnya iman dan keceriaan.Mendatangkan inabah, yaitu kembali pada Allah ‘Azza wa Jalla. Semakin seseorang kembali pada Allah dengan banyak berdzikir pada-Nya, maka hatinya pun akan kembali pada Allah dalam setiap keadaan.
9.      Meraih apa yang Allah sebut dalam ayat: “Maka ingatlah pada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian.” (QS. Al Baqarah:152). Seandainya tidak ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat ini, maka sudahlah cukup keutamaan yang disebut.
10.  Hati akan semakin hidup. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Dzikir bagi hati seperti air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut berpisah dari air?”.
11.  Dzikir menyebabkan lisan semakin sibuk sehingga terhindar dari ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dusta, perbuatan keji dan batil.
12.  Akan memberikan rasa aman bagi seorang hamba dari kerugian di Hari Kiamat.
13.  Dzikir adalah cahaya bagi pemiliknya di dunia, kubur, dan Hari Kebangkitan.
14.  Dzikir akan memperingatkan hati yang tertidur lelap. Hati bisa jadi sadar dengan dzikir.
Dengan demikian, mari kita upayakan agar muncul rasa suka dan cinta untuk senantiasa berdzikir kepada-Nya. Karena amalan ini sangat mudah diamalkan dengan manfaat yang sangat luar biasa. Tidak saja menjamin kebaikan di dunia, tetapi juga memastikan kebaikan di akhirat. Semoga Allah anugerahi kita hati yang senantiasa suka, cinta dan rindu untuk selalu berdzikir kepada-Nya. Wallahu a’lam.



C.    Kesimpulan
Menurut etimologis, dzikir berasal dari bahasa Arab yaitu dzakara, yadzkuru, dzikr yang artinya menyebut, mengingat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dzikir mempunyai arti puji-pujian kepada Allah yang diucapkan secara berulang kali. Sedangkan dzikir menurut terminologi Islam mempunyai arti yang sempit dan luas. Menurut Ibnu Atta, dzikir dibagi menjadi tiga jenis. Pertama dzikir jali, yaitu suatu perbuatan mengingan Allah SWT dalam bentuk ucapan-ucapan lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur dan doa kepada Allah SWT dengan suara yang jelas untuk menuntun gerakan hati. Kedua dzikir khafi, yaitu dzikir yang dilakukan secara khusuk oleh ingatan hati, baik disertai dzikir lisan maupun tidak. Yang ketiga adalah dzikir haqqi, yaitu dzikir yang dilakukan oleh seluruh jiwa raga, lahiriah dan batiniah, kapan di mana saja.
dzikir boleh dilakukan dalam segala keadaan kecuali sedang melaksanakan hajat, berhubungan seks, sedang khutbah dan sedang dalam keadaan mengantuk. Banyak sekali manfaat dzikir, antara lain: menjadi energi bagi akhlak, Menerangi hati dan wajah menjadi bersinar, diliputi kebaikan demi kebaikan, dzikir menjadi media bagi terapi jiwa, dan masih banyak lagi.









DAFTAR PUSTAKA
Wardah, Abu. Wasiat Dzikir & Doa. 2003. Yogyakarta: Media Insani.
Bukhari, Baidi. Zikir Al-Asma’ Al-Husna. 2008. Semarang: Syiar Media Publishing
Syukur, M. Amin. Zikir Menyembuhkan Kankerku. 2007. Jakarta Selatan: Mizan Publika.


[1] Abu Wardah bin Askat, Wasiat Dzikir & Doa, (Yogyakarta: Media Insani, 2003), hlm. 6-7.
[2] Baidi Bukhari, Zikir Al-Asma’ Al-Husna, (Semarang: Syiar Media Publishing, 2008), hlm. 50.
[3] M. Amin Syukur, Zikir Menyembuhkan Kankerku,(Jakarta Selatan: Mizan Publika, 2007), hlm. 97-99.
[4] M. Amin Syukur, Zikir Menyembuhkan Kankerku, hlm. 99.
[5] M. Amin Syukur, Zikir Menyembuhkan Kankerku, hlm. 102.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Sangat membantu artikel nya teruslah mem-post artikel yang bermanfaat dan jangan lupa share and kunjungi juga website mp3 kami http://forumlagump3.wapque.com moga sukses selalu pak..

Posting Komentar