Wedus Arab Bukan Wedus Biasa

SIFAT & KEADAAN HATI YANG SUCI



SIFAT & KEADAAN HATI YANG SUCI
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah: Tasawuf II
Dosen pengampu: Arikhah, M.Ag
 








Disusun:
1.      Husni Dzulvakor Rosyik         (1404046079)

JURUSAN TASAWUF & PSIKOTERAPI
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015

A.    Pendahuluan
Qalb atau hati memiliki dua makna, yang pertama adalah sepotong daging (mudghah) yang terbentuk buah sanaubar, yang terletak di bagian kiri dada, di dalamnya terdapat rongga berisi darah hitam. Dan di situ pula sumber atau pusat ruh. Yang dimaksud dengan hati itu pada dasarnya adalah bukan organ hati tersebut, sebab ia dalam kaitannya dengan topik yang sedang kita bahas sekarang tak lebih dari sepotong daging yang tak berharga yang ada di dalam alam duniawi yang kasat mata.
Makna kedua, hati/qalb adalah sebuah lathiifah (sesuatu yang amat halus dan lembut, tidak kasat mata, tak berupa dan tak dapat diraba). Dia adalah bagian komponen utama manusia yang berpotensi mencerap (memiliki daya tanggap dan persepsi) yang memiliki kemampuan untuk mengetahui sesuatu, dan mengenalnya, yang ditujukan kepadanya segala pembicaraan dan penilaian, dan yang dikecam, dan dimintai pertanggung jawaban. Dalam kesempatan kali ini saya akan sedikit memaparkan tentang keadaan hati yang paling tinggi, yaitu keadaan hati yang suci. Mulai dari pengertian sampai cara mencapainya.

B.     Rumasan Masalah
1.      Apa Pengertian hati yang suci ?
2.      Bagaimana cara mencapainya ?
3.      Manfaat hati yang suci











C.    Pembahasan
1.      Pengertian
Qalb mempunyai dua makna, qalb dalam bentuk fisik dan qalb dalam bentuk ruh. Dalam arti fisik, qalb dapat kita terjemahkan sebagai “jantung”. Dalam hubungan inilah Nabi Saw bersabda, “Di dalam tubuh itu ada mudghah, ada suatu daging; yang apabila ia baik, maka baiklah seluruh tubuh dan apabila ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh itu. Ketahuilah mudghah itu adalah qalb.” Orang sering menerjemahkan qalb di sini “hati”, sehingga mereka berkata “Kalau hati kita ini bersih maka seluruh tubuh kita bersih.” Padahal sebenarnya yang dimaksud di sini adalah hati yang bentuk jasmani, karena Nabi Saw menyebutnya segumpal daging. Dalam pertanggung jawaban yang berkaitan dengan amal manusia, Allah menghukum bukan hanya karena amal lahiriah dalam bentuk perbuatan yang jelek tetapi juga niat yang jelek tersembunyi dalam hati. Jadi, jangan mengira kalau kita punya niat yang jelek itu tidak dimintai pertanggung jawaban, itu juga mendapat hukuman. Niat di hati pun akan dihitung oleh Allah.
Hati yang suci berbeda dengan hati yang bersih. Hati yang suci cenderung vertikal, sedangkan hari yang bersih itu lebih cenderung horizontal. Maksud vertikal disini adalah sudah hilangnya penyakit yang langsung kepada Allah, contohnya seperti musyrik. Dan horizontal di sini penyakit hati kepada sesama manusia, seperti riya, sombong, dengki dll. Seseorang tidak bisa mencapai tingkatan hati yang suci apabila di dalam hatinya masih ada penyakit. Demikianlah, siapa saja yang mempunyai sesuatu yang lebih dicintainya dari pada Allah maka hatinya sedang sakit. Sama halnya dengan seperti perut seseorang yang lebih menyukai tanah dari pada roti dan air, atau hilang sama sekali seleranya terhadap roti dan air. Perut itu adalah perut yang sakit.[1]

2.      Cara Mencapainya
Hati itu bagaikan kacamata, kalau kita menggunakan kecamata yang bening, apa yang kita lihat akan tampak apa adanya. Yang putih akan jelas putihnya, yang coklat muda akan jelas warna aslinya. Namun kalau kita menggunakan kacamata hitam, apa yang kita lihat tidak akan sesuai aslinya. Yang putih akan kelihatan abu-abu dan warna coklat muda akan menjadi coklat tua. Demikian juga dengan hati, kalau kita jernih , kita akan melihat realita itu apa adanya, sementara kalau hati kita kotor atau hitam kita akan melihat realita itu tidak tidak sebenarnya. Oleh karena itu, mulia tidaknya seseorang tidak dilihat dari tampilan lahiriahnya tapi dari performa batiniah atau hatinya. “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta-harta kamu tapi melihat hati dan perbuatanmu.” (HR. Muslim)
Rasulullah SAW, bersabda dalam riwayat lain: “Ali bin Abi Thalib r.a menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tiada satu hati pun kecuali memiliki awan seperti awan menutupi bulan. Walaupun bulan bercahaya, tetapi karena hatinya ditutupi oleh awan, ia menjadi gelap. Ketika awannya menyingkir, ia pun kembali bersinar.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadist ini memberi ilustrasi yang sangat indah. Hati manusia sesungguhnya bersih dan bersinar, namun suka tertutupi oleh awan kemaksiatan hingga sinarnya menjadi tidak tampak. Oleh sebab itu, kita harus berusaha menghilangkan awan yang menutupi cahaya hati kita. Bagaimana caranya ?
1.      Instropeksi Diri
Yaitu dengan cara selalun ber muhasabah.
2.      Perbaiki diri
Dengan cara terus meningkatkan kualitas ibadah kita.
3.      Tadarus Al-Qur’an
Seperti yang kita ketahui membaca Al-Qur’an adalah salah satu obat hati.
4.      Menjaga Kelangsungan Amal Saleh
Menjaga kelangsungan amal saleh bertujuan agar hati senantiasa konsisten terhadap kebaikan.

5.      Bergaul dengan orang-orang Shaleh
Dengan bergaul dengan orang-orang shaleh kita akan teradiasi kebaikan-kebaikan dari mereka, serta kita juga dapat memperolah ilmu yang bermanfaat.
6.      Mengingat Mati
Senantiasa mengingat mati akan menyebabkan kita terus mencari bekal untuk menghadap Sang Pencipta.
7.      Berdo’a kepada Allah
Berdo’a agar senantiasa di jaga hatinya dari penyakit-penyakit hati.
Usaha yang dapat dilakukan untuk mensucikan hati adalah dengan selalu berdzikir kepada Allah. Mengingat Allah akan membuat hati kita menjadi tenang, sehingga tidak ada kesempatan untuk memikirkan hal yang buruk. Jika hati dan lisan kita terbiasa berdzikir, maka akan hati kita akan lebih terjaga. Oleh karena itu agar hati kita selalu hidup, maka ingatlah kepada Allah Swt. Dalam salah satu hadist dikatakan, “Kalau hati tidak diisi dengan dzikir, maka ia bagaikan bangkai.”[2]
Biasakan pula untuk selalu berpikir positif agar kita tidak menjadi orang yang mudah berprasangka buruk terhadap sesama dan Allah. Senantiasa bertafakur, dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa fungsi hati adalah untuk bertafakur. Tafakur menurut para ulama dapat mengantarkan manusia ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan tafakur orang akan dekat dengan Allah Swt.

3.      Tanda-Tanda Hati Yang Suci
Tanda-tanda hati yang suci sebagaimana di singgung dalam Al-Qur’an bisa disebutkan sebagai berikut:
1.      Tentram Apabila Dzikir Kepada Allah
Seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Ar-Rad: 28 “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.”
2.      Gemetar Hati Bila Ingat Allah
Seperti dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Anfal: 2 yang berbunyi: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah meraka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada meraka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan lah meraka bertawakal.”


3.      Berkompetisi Dalam Kebaikan
Seperti dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Mu’minum: 60-61 yang berbunyi: “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.”
4.      Tidak Dengki Kepada Saudara Islam
Seperti dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr: 10, yang berbunyi: “Ya Tuhan kami, beri ampunanlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
5.      Tidak Mengharapkan Balasan
Dalam surat Al-Hasyr: 9 yang berbunyi: “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) meraka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada meraka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
6.      Keimanan Senantiasa Bertambah
Dalam surat Al-Fath: 4 yang berbunyi: “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)...”

















D.    Kesimpulan
Hati yang suci berbeda dengan hati yang bersih. Hati yang suci cenderung vertikal, sedangkan hari yang bersih itu lebih cenderung horizontal. Maksud vertikal disini adalah sudah hilangnya penyakit yang langsung kepada Allah, contohnya seperti musyrik. Dan horizontal di sini penyakit hati kepada sesama manusia, seperti riya, sombong, dengki dll. Seseorang tidak bisa mencapai tingkatan hati yang suci apabila di dalam hatinya masih ada penyakit. Hati itu bagaikan kacamata, kalau kita menggunakan kecamata yang bening, apa yang kita lihat akan tampak apa adanya. Yang putih akan jelas putihnya, yang coklat muda akan jelas warna aslinya. Namun kalau kita menggunakan kacamata hitam, apa yang kita lihat tidak akan sesuai aslinya.














Daftar Pustaka
Al-Baqir, Muhammad. 2014. Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Muli., (Jakarta: Mizania)
Rakhman, Jalaluddin. 1997. Membuka Tirai Kegaiban: Renungan-Renungan Sufistik. (Bandung: Mizan)


[1] Muhammad Al-Baqir, Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia, (Jakarta: Mizania, 2014), hlm. 87.
[2] Jalaluddin Rakhman, Membuka Tirai Kegaiban: Renungan-Renungan Sufistik, (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 73.

0 komentar:

Posting Komentar