I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
perkembangan zaman tidak dapat dipungkiri bahwa manusia akan memasuki zaman
modern dimana sangat berbeda sekali dengan masyarakat pada zaman dahulu yang
kehidupannya sederhana dan tentu mudah sekali mengamalkan ilmu tasawuf. Dalam
zaman sekarang ini kita sebagai manusia muslim ditantang untuk menjalankan
ibadah dalam keadaan yang serba glamor dan memacu untuk melakukan hal secara
berlebihan.
Merujuk pada maqalah
ahmad muhammad zaruq yang berbunyi :
لتَّصَوُّفُ هُوَ صَفَاءٌ وَمُشَاهَدَةٌ
“Tasawuf adalah kebeningan hati dan penyaksian
(terhadap Allah).”
Definisinya yaitu menghimpun dua kutub kondisi batin yang
menjadi bangunan kesempurnaan definisi tasawuf, yaitu safa’ atau kebeningan hati yang menjadi wasilah (perantara wusul ilallahi) dan mushahadah (penyaksian terhadap Allah) yang
menjadi tujuan akhir. Dalam kajian tasawuf ini manusia tidak pernah lekang oleh
dunia politik, dengan begitu muncullah pembahasan tentang politik yang didasari
oleh tasawuf dimana dasar-dasarnya yaitu manusia harus melakukan penyucian diri
dan selalu berkiblat kepada sang ilahi.
Dalam pembahasan ini kami akan memaparkan cerminan dari
politik yang didasari oleh ilmu tasawuf.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
definisi tasawuf?
2. Bagaimana
definisi politik?
3. Bagaimana
menjalankan politik yangbercorak
tasawuf?
II.
PEMBAHASAN
a.
Pengertian
Tasawuf dan Politik
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara
berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan
secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut
pandang berbeda, yaitu antara lain: politik adalah usaha yang ditempuh warga
negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles) politik
adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di masyarakat politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan
dan pelaksanaan kebijakan publik.[1]
Sedangakan
tasawuf dan dunia sufi bisa diibaratkan sebagai tempat penyucian batin dan
ruhani. Seseorang yang telah masuk dalam dunia sufi biasanya akan mengalami
pengembaraan spiritual yang seringkali menakjubkan dan menggetarkan. Seseorang
yang masuk kedunia sufi akan terus menerus memperdalam ajaran islam dan
mempergunakannya sebagai energi kehidupan yang tak pernah lekang dan kering.
Sufi –tasawuf sebagai representasi dunia batin, ruhani, dan spiritual , akan
mengajak manusia untuk mengatasi dan melampaui benda-benda dan materi, bukan
sebaliknya diperbudak oleh benda-benda dan materi. Bagi para sufi ruang
batinnya telah dipenuhi oleh Allah SWT semata, sehingga benda materi yang fana
tidak terlalu penting, bahkan bisa menjadi halangan dan penyakit. Namun, bukan
berarti seseorang yang masuk dalam dunia tasawuf hanya akan menjalani
ritual-ritual, seringnya dzikir-dzikir tanpa punya kepedulian terhadap realitas
sosialdan gerak sejarah manusia. Seorang sufi biasanya memang menggaris bawahi
“kehidupan akhirat” sebagai capaian yang penting, tapi bukan berarti lari dari
realitas kehidupan sosial yang riil ini. Akan lebih baik apabila menggabungkan
antara “ibadah ritual” dengan” ibadah sosial”[2]
dua hal yang tak terpisahkan untuk pencapaian hidup manusia menuju keindahan
dan keabadian-Nya.
Jadi
ilmu politik yang didasari dengan tasawuf akan bersih dan akan terhiasi dengan akhlaq yang baik insya allah jauh dari perbuata-perbuan kotor
seperti,korupsi, kolusi, nepotisme dan hal lain seperti kasus suap.
b.
Problematika
Masyarakat Modern
Sejalan
dengan Al-Qur’an para filosof islam juga mengakui bahwa manusia itu tersusun
dari elemen materi dan immateri. Kedua elemen ini merupakan hasil emanasi
Tuhan. Secara teologis, filosofis dan sufis, manusia tersusun dari dua unsur
yaitu materi dan immateri. Dari segi hubungannya, unsur
materi memiliki hubungan yang jauh dari Allah. Sedangkan unsur immateri
memiliki hubungan yang dekat dengan Allah. Karenanya, ruh memiliki posisi yang
sangat dominan dan menentukan dalam pribadi manusia. Kebahagiaannya
mengunggulikebahagiaan jasmani, kenikmatan yang dirasakanpun mendominasi
kenikmatan yang dirasakan oleh jasmani. Mengingat ruh sangat dominan dalam diri
manusia maka krisis spiritual bagi manusia menyebabkan terjadinya berbagai
penyakit jiwa dapat menimbulkan berbagai kemudharatan baik bagi diri sendiri
maupun bagi orang lain. Selain itu, krisis spiritual juga akan menurunkan
martabat manusia ke jurang kehancuran yang mengancam peradaban dan eksistensi
manusia.
Problema
spiritualitas masyarakat modern bagi manusia memang sulit untuk dipecahkan.
Bagi orang modern perbedaan ruh dan jasad hanya ada dalam logika saja, tidak
dalam realitas, karena ia adalah sebuah unit psikosomatik. Karena itu, manusia
modern telah kehilangan keyakinan-keyakinan metafisis dan eskatologis. Sebab manusia
modern lahir dari eksistenalisme yang hanya mengakui eksistensi manusia
manakala manusia tersebut merdeka. Dan dia merdeka hanya kalau dia menjadi
atesis.[3]
Dari sikap
mental yang demikian itu kehadiran iptek telah melahirkan sejumlah problematika
masyarakat modern, sebagai berikut :
1. Desintegrasi ilmu pengetahuan
Banyak ilmu yang berjalan sendiri-sendiri tanpa ada tali pengikat dan
penunjuk jalan yang menguasai semuanya, sehingga kian jauhnya manusia dari
pengetahuan akan kesatuan alam.
2. Kepribadian yang Terpecah
Karena kehidupan manusia modern dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang
coraknya kering nilai-nilai spiritual dan terkotak-kotak, maka manusianya
menjadi pribadi yang terpecah, hilangnya kekayaan rohaniah karena jauhnya
dari ajaran agama.
3. Penyalahgunaan Iptek
Berbagai iptek disalahgunakan dengan segala efek negatifnya sebagaimana
disebutkan di atas.
4. Pendangkalan Iman
Manusia tidak tersentuh oleh informasi yang diberikan oleh wahyu, bahkan
hal itu menjadi bahan tertawaan dan dianggap tidak ilmiah dan kampungan.
5. Pola Hubungan Materialistik
Pola hubungan satu dan lainnya ditentukan oleh seberapa jauh antara satu
dan lainnya dapat memberikan keuntungan yang bersifat material.
6. Menghalalkan Segala Cara
Karena dangkalnya iman dan pola hidup materialistik manusia dengan mudah
menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan.
7. Stres dan Frustasi
Manusia mengerahkan seluruh pikiran, tenaga dan kemampuannya untuk terus
bekerja tanpa mengenal batas dan kepuasan. Sehingga apabila ada hal yang tidak
bisa dipecahkan mereka stres dan frustasi.
8. Kehilangan Harga Diri dan Masa Depannya
Mereka menghabiskan masa mudanya dengan memperturutkan hawa nafsu dan
menghalalkan segala cara. Namun ada suatu saat tiba waktunya mereka tua segala
tenaga, fisik, fasilitas dan kemewahan hidup sudah tidak dapat mereka lakukan,
mereka merasa kehilangan harga diri dan masa depannya.[4]
Dalam
hal ini tasawuf berperan sangat penting yakni tasawuf mampu berfungsi sebagai
terapi krisis spiritual. Sebab tasawuf secara psikologis merupakan hasil dari
berbagai pengalaman spiritual dan merupakn bentuk dari pengetahuan lansung
mengenai realitas-realitas ketuhanan yang cenderung menjadi inovator agama.
Selain itu, tasawuf merupakan hubungan seorang hamba dengan Allah yang dijalin
dengan rasa kecintaan. Hubungan ini mendorong seseorang untuk menjadi lebih
baik bahkan yang terbaik.[5]
c. Tasawuf dalam
Dunia Politik
Term tasawuf dikenal
secara luas di kawasan Islam sejak penghujung abad kedua hijriyah sebagai perkembangan lanjut dari
kesalehan asketis atau para zahid yang mengelompokan di serambi masjid Madinah .dalam perjalan kehidupan
kelompok ini lebih mengkhususkan untuk beribadah dan pengmbangan kehidupan
rohaniah dengan mengabaikan kenikmatan duniawi,pola hidup kesalehan yang
demikian merupakan awal pertumbuhaan awal tasawuf yang kemudian berkembang
dengan pesatnya.fase ini dapat disebut asketisme dan murupakan fase pertama
perkembangan tasawuf,yang di tandai dengan munculnya individu-individu yang
lebih mengejar kehidupan akhirat sehingga perhatianaya terpusat untuk
beribadah dan mengabaikan
keasyikan duniawi.
Pada fase
abad pertama dan kedua Hijriyah belum bisa sepenuhnya di sebut sebagai fase
tasawuf tapi lebih tepat disebut sebagai fase Kezuhudan,adapun cirri tasawuf pada
abad ini adalah sebagai berikut :
1.
Bercorak
Praktis (Amaliyah )
tasawuf pada
fase ini lebih bersifat amaliah dari pada bersifat pemikir . bentuk amaliah itu seperti
memeperbanyak ibadah,menyedikitkan makan minum,menyedikitkan tidur dan lain
sebagainya.Amaliah ini terjadi lebih intensif terutama pascaterbunuhnya sahabat
Usman. para sahabat
Nabi.SAW. di gambarkan oleh Allah SWT sebagai orang yang ahli ruku dan sujud
Menurut
Abd al- Hakim Hasan,Abad pertama hijriyah terdapat dua corak kehidupan
spiritual, pertama, kehidupan
spiritual sebelum terbunuhya Utsman dan kedua, kehidupan
spiritual pasca terbununya Utsman kehiduapan spiritual yang pertama adalah
islam murni, sementara yang kedua adalah produk
persentuhan dangan lingkungan, akan tetapi
secara prinsipil masih tetap bersandar pada dasar spiritual islam pertama.
Peristiwa
terbunuhnya khalifah Utsman merupakan pukulan tersendiri terhadap perasaan kaum
muslimin.betapa tidak, Utsman
adalah termasuk golongan kelompik pertama orang-orang yang memeluk islam (
al-Sabiqun al-Awwalun ),salah seorang yang di janjikan masuk surga,orang yang
dengan gigih mengorbankan hartanya untuk perjuangan islam dan orang yang
mengawini dua putri Nabi.peristiwa pembunuhana Utsman mendorong munculnya
kelompok yang tidak ingin terlibat dalam pertikaian politikmemilih unutk
tinggal di rumah untuk menghindari fitnah serta kosentrasi untuk
beribadah,sehingga al- Jakhid salah seorang yang berkonsentrasi dalam
ibadah yang juga salah seorang santri Ibn Mas’ud berkata,”Aku bersyukur kepada
Allah sebab aku tidak terlibat dalam pembunuhan Utsman dan aku shalat sebanyak
seratus rakaat dan ketika terjadi perang jamal dan siffin aku bersyukur kepada
Allah dan aku menambahi shalat dua ratus rakaat demikian juga aku menambahi
masing-masing seratus rakaat ketika tidak ikut hadir dalam peristiwa
Nahrawan dan fitnah Ibn Zubair.
2.
Bercorak
Kezuhudan
Tasawwuf
pada fase pertama dan kedua Hijriyah lebih tepat di sebut sebagai
kezuhudan.kesederhanaan kehidupan Nabi di klaim sebagai panutan jalan
zahid.Banyak ucapan dan tindakan Nabi saw yang mencerminkan
kehidupan zuhud kesederhanaan baik dari segi pakaiaan maupun makanan,kehidupan
zuhud dan kesederhanaan baik dari segi pakaian yang bagus dapat di penuhi.dan
secara logikapun tidak masuk akal seandainya Nabi SAW.yang menganjurkan untuk
hidup Zuhud sementara dirnya sendiri tidak melakukanya.
Ke
Zuhudan para sahabat Nabi SAW di gambarkan oleh Hasan al-Basri salah
seorang tokoh zuhud pada abad kedua Hijriyah sebagai berikut “aku pernah
menjumpai suatu kaum ( sahabat Nabi ) yang lebih Zuhud terhadap barang yang
halal dari pada Zuhud kamu terhadap barang yang haram”
Pada masa
ini,juga terdapat fenomena kezuhudan yang cukup menonjol yang dilakukan oleh
sekelompok sahabat Rasul SAW. Yang disebut dangan Ahl al Suffah.mereka tinggal
di emperan mesjid Nabawi di Madinah.Nabi Sendiri sangat menyayangi dan bergaul
sesama mereka.pekerjaan mereka hanya jihad dan tekun beribadah di Mesjid,seperti
belajar,memahami dan membaca al-Qur’an dan berdzikir,berdo’a dan lain
sebagainya Allah SWT. Sendiri juga memerintahkan Nabi untuk bergaul besama
mereka.
Kelompok
ini di kemudian hari di jadikan sebagai tipe dan panutan para shufi.
Dengan anggapan mereka adalah para
sahabat Rasul SAW dan kehidupan mereka adalah corak islam .
Di
antara mereka adalah Abu Dzar al-Ghifari yang sering disebut sebagai seorang
sejati sekaligus sebagai prototip fakir sejati,si miskin yang tidak memiliki
apapun tetapi sepenuhnya memiliki Tuhan,menikmati hartaNya yang
abadi,Salman al-Faritsi seorang tukang cukur yang di bawa ke keluarga Nabi
menjadi contoh adopsi rohani dan pembaiatan mistik yang kerohanianya kemudian
di anggap sebagai unsur menetukan dalam sejarah tasawuf parsi dan dalam
pemikiran syiah. Abu Hurairah,salah seorang perawi Hadits yang sangat terkenal
adalah ketua kelompok ini. Muadz Ibn Jabal,Abdullah Ibn Mas’ud,Abdullah Ibn
Umar Khudzaifah Ibn al- Yaman,Anas ibn Malik, Bilal ibn Rabah, Amar ibn Yasar,
Shuhaib al-Rumy Ibn Ummu Maktum, dan Khibab ibn al- Arut.
Menurut
Abd al-Hakim Hassan corak kehidupan spiritual Ahl al- Suffah sebenarnya
bukan karena dorongan ajaran islam,akan tetapi corak itu di dorong oleh keadaan
ekonomi yang kurang menguntungkan. sehingga mereka tinggal di mesjid keadaan
itu nampak dari anjuran Rasul Allah kepada sebagian sahabat yang
berkecukupan agar memberikan makan kepada mereka. Dan mereka ( para sahabat )
Yang secara ekonomi berkecukupan
menjadi panutan bagi orang-orang bijak.
3.
Kezuhudan
di dorong Rasa Khauf
Khauf
sebagai rasa takut akan siksa Allah SWT sangat menguasai hati sahabat Nabi SAW
dan orang-orang shalih pada abad pertama dan kedua hijriyah.Informasi al-Qur’an
dan Nabi tentang keadaan kehidupan akhirat benar-benar diyakini dan
memepengaruhi perasaan dan pikiran mereka.
Rasa
khauf menjadi semakin Intensif terutama pada pemerintahan Umayyah, pasca jaman
kekhalifahan yang empat. Pada masa pemerintahan Umayyah,khauf tidak terbatas
sebagai rasa takut terhadap kedahsyatan dan kengerian tentang kehidupan di
akhirat akan tetapi khauf juga berarti kekhawatiran yang mendalam apakah
pengabdian kepada Allah bakal di terima atau tidak.
Pada
masa ini pula,khauf menjadi sebuah pendektaan mengajak orang lain pada
kebenaran dan kebaikan.pendekataan indzar (menakut-nakuti ) lebih dominant dari pada
pendekatan tabsyir (memberi kabar gembira ) .semangat kelompok
keagamaan pada masa ini adalah pentebaran rasa tkut kepada Allah,krtik terhadap
kehidupan yang melenceng jauh dari nilai-nilai keagamaan pada masa Nabi dan dua
khalifa sesudahnya daan memperbanyak ibadah.. tokoh. utama keagaaman pada masa
ini adalah Hasan al- Basri Bahkan para asketis yang
natinya di sebut sebagai para shufi mengidentikan pemerintah dangan kejahatan.
4.
Sikap
zuhud dan rasa khauf berakar dari nash ( dalil agama)
Al-Qur’an dan al-
Hadits memeberikan informasi tentang kebenaran sejati hidup dan kehidupan.
Keduanya memberi gambaran tentang perbandingan antara kehidupan
dunia dan kehidupan akhirat.keduanya memberikan informasi tentang
kengerian kehiduapan akhirat bagi orang-orang yang mengabaikan hukum-hukum
Allah. Selanjutnya orang-oran mukmin benar-benar meyakini informasi itu dan
keyakinan itu melahirkan rasa khauf.rasa khauf selajutnya memunculkan sikap
zuhud yaitu sikap menilai rendah terhadap dunia dan menilai tinggi terhadap
akhirtat.dunia di jadiakan sebagai Alat dan lahan ( mazraah ) untuk
mencapai kebahagian abadi dan sejati yaitu akhitat.
5.
Sikap
Zuhud Untuk Mengingatkan Moral.
Cinta dunia
telah membuat saling bunuh dan saling fitnah antar sesama.cinta dunia
melahirkan ketidak salehan ritual,personal maupun sosial.itilah sebabnaya Hasan
al-Bashri sebagai salah seorang zahid dalam mengajal baik masyarakat maupun
pemerintah (para pemimpin kerajaan Umayyah)selalu mengajak bersikap
zuhud.sebagaimana sikap ini menjadikan bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan sahabat Nabi yang setia.
6.
Sikap
Zuhud didukung kondisi sosial- politk
Meskipun
sikap zuhud tanpa adanya sosial politik tertentu masih eksis lantaran al-
qur’an dan prilaku serta perkataan Nabi s.a.w. mendornag untuk bersikap
zuhud,namun keadaan sosial politik yang kacau turut menuburkannya sikap zuhud.
Selama
abad pertama dan kedua hijriyah terutama setelah sepeninggal Rasul SAW.
Terdapat dua sistem pemerintahan yaitu sistem pemerintahan kekhalifahan
(khilafah Nubuwah) dan sistem pemerintahan kerajaan ( Mulk ).pemerintahan
pertama berlangsung selama tiga puluh tahun sesudah Nabi Muhamad SAW yaitu
sejak permulaan kekhalifahan Abu Bakar hingga Ali bin Abi Thalib tepatnya dari
tahun 11 H / 623.M.sampai dengan tahun 40 H./ 661 M.Mereka adalah para
pengganti Nabi yang berpetunjuk ( al-Khulafa al- Rasidun )
sistem pemerintahan yang pertama ini mekanisme penggantinya melalui
pemilihan.pemerintahan kedua sejak pemerintaha dinasrti Umayyah tepetnya sejak
tahun 41H /661 M dan pemerintahan kedua ini mekanisme pengangkatan
pemimpintertinggi melalui petunjuk atau wasiat penguasa berdasarkan pertalian
darah.
Pemerintahan
kekhalifahan, dalam pandangan banyak orang muslim,suatu kesalihan dan rasa
tanggung jawab yang sanggat dalam,sedangkan dinasti ummayah umumnya tertarik
pada kekuasaan itu sendiri.
Kecaman yang sering di tujukan
pada dinasti umayyah adalah dinasti ini memerapakan kebijakan untuk membuat
asas islam sebagai dasar bagi keputusan- keputuasan administatif,oleh karenanya
dinasti umayyah lebih menomorsatukan politik dan menomorduakan agama .mereka
pada umumnya di anggap menghamba duniawi dan kurang beriman[6]. Wallahu A’lam Bisshowab
PENUTUP
a. Kesimpulan
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud
proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Sedangakan
tasawuf dan dunia sufi bisa diibaratkan sebagai tempat penyucian batin dan
ruhani.
Dalam konteks kekinian ada banyak
problematika modern seperti halnya konflik politik atau politik yang kotor
namun, berbeda jika politik didasari dengan amalan-amalan tasawuf. Amalan
tasawuf akan menjadi tombak solusi krisis spiritual seperti fenomena saat ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Aqil Siraj, Said. Tasawuf Sebagai Kritik sosial. Bandung:
PT Mizan Amani, 2006.
Hakim, Arief. Jejak-jejak Ilam Politik. Jakarta: DEPAG RI, 2004.
Tolhah Hasan, Muhammad. Islam dalam Perspektif Sosio Kultural.
Jakarta: PT Lanbora press, 2004.
Prof DR. Amin Syukur dan DR.
Muhayya, MA. Tasawuf dan Krisis. Semarang: Pustaka Pelajar, 2001.
https://id.wikipedia.org/wiki/Portal:Politik
di unduh pada tanggal 16 september 2015 pukul 03:15.
http://makmum-anshory.blogspot.co.id/2009/06/problematika-masyarakat-moderen.html di unduh pada
tanggal 16 september 2015 pukul 03:15.
http://arifhakim940.blogspot.co.id/2012/07/tasawuf-dan-konflik-politik.html.
di
unduh pada tanggal 16 september pukul 03;15.
http://arifhakim940.blogspot.co.id/2012/07/tasawuf-dan-konflik-politik.html.
di
unduh pada tanggal 16 september 2015 pukul 03:15.
[3] Prof DR. Amin Syukur dan DR. Muhayya, MA. Tasawuf dan
Krisis. Hlm.19-21
[4] http://makmum-anshory.blogspot.co.id/2009/06/problematika-masyarakat-moderen.html
di unduh pada tanggal 16 september 2015
[5] Prof DR. Amin Syukur dan DR. Muhayya, MA. Tasawuf dan
Krisis. Hlm.21
[6] http://arifhakim940.blogspot.co.id/2012/07/tasawuf-dan-konflik-politik.html.
di unduh pada tanggal 16 september 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar