PENYEMBUHAN DENGAN DO’A DAN DZIKIR
Disusun oleh kelompok III :
1.
MUH TAUFAN (1404046051)
2.
Fitri Nur’aini (1404046052)
3.
Kimas Rajab Pratama (1404046053)
Abstract
Islam is the religion of the resolve of life,solving various
problems of life. Including health issues, health is a fundamental problem in
life, people who are physically and mentally ill would not be able to worship
perfectly to God and also be limited in providing service to others. This paper
addresses a medical model, it's a model of spiritual treatment through prayer
and remembrance therapy, a treatment model spectacular. Dada Hawari Professor
of UI say that spiritual healing is above the level compared to the usual
psychological therapy because Du'a and Dhikr is healing model that contains
elements of spirituality / religion that can instill hope, confidence and
faith, which will result in peace, serenity in life. When dhikr create an
electromagnetic field that is a powerful force in self-concentrate to the loved
one to create an inner contact, so it will create a trust, what you need will
be embedded in the subconscious that my beloved surely grant. So no more
misery, despair, stress in life, is called the Psychological healthy which will
greatly affect the achievement of Physiological healthy.
A.
PENDAHULUAN
Perkembangan
ilmu pengetahuan membawa kemajuan pesat dibidang pengetahuan teknologi
diseluruh bidang pengetahuan, tetapi justru membawa kekeringan spiritual bagi
manusia. Agama yang seharusnya sebagai pengendali moral dan tingkah laku. namun
saat ini nilai nilai itu seakan sudah luntur ditelan jaman yang serba modern.
Mereka diperbudak dengan sistem-sistem yang serba modern, bukan kebahagiaan dan
kedamaian yang mereka dapatkan tetapi kecemasan, ketakutan-ketakutan yang
sewaktu-waktu datang disebabkan cinta dunia, semuanya diukur dengan keduniaan.
Penyakit penyakit hati seperti kesombongan, iri hati, mendengki tumbuh subur di
hati mereka tidak ada lagi nafas kebahagiaan bagi mereka sang pencinta dunia.
Agama
dibutuhkan sebagai penyeimbang (homoestasi) mengajarkan bagaimana mengarungi
kehidupan dunia ini. Agama mengajarkan manusia melebihi akal rasionalnya. Agama
mengajarkan untuk sabar, tawakkal, menuntun pada kedamaian yang hakiki, dan
sebagai rahmat seluruh alam. Seluruh ritual-ritual keagamaan yang diperintahkan
Allah kepada kita untuk kedekatan ciptaannya kepadanya dan untuk kemaslahat
kehidupan, semua yang diperintahkan oleh Allah kepada kita faedahnya kembali
lagi kepada kita. Waktu yang akan menjawab dahsyatnya setiap yang diturunkan
oleh Allah, kekuatan dahsyat yang jika kita mencari intinya maka tidak akan
kita temukan kecuali serpihannya.
Tidak bisa
dipungkiri bahwa sehari lalai dari mengingatnya kita akan merasa bagai anak
kecil di gurun panas tidak ada arah dan tempat berlindung. Kemana akan pergi
dan dimana mendapatkan ketenangan, kedamaian tidak ada, hanya pandangan kosong
yang ditemukan. Kepercayan pada janji-jani Allah adalah kebutuhan pokok
manusia, Jiwa yang senantiasa berdo’a dan berzikir akan mendapatkan pancaran
keagungan Allah swt. Makalah yang kami buat ini akan menuntun pada kesempurnaan
do’a dan dzikir sehingga esensi dari agama itu dapat kita menaungi jiwa kita
B.
PENYEMBUHAN DIRI MELALUI DO’A DAN DZIKIR
Agama hadir
sebagai media pembebasan, membebaskan manusia dari ketidak adilan,
kesewenang-wenangan para pemimpin, tekanan hidup termasuk tekanan-tekan akibat
penyakit-penyakit baik penyakit fisiologis maupun penyakit psikologis.
Dewasa ini
berbagai penyakit jenis baru yang muncul sejalan dengan perkembangan modernitas
seolah penyakit tersebut juga mengikuti zaman, tidak mau kalah dengan teknologi
yang dibuat manusia. Penyakit Fisiologis misalnya penyakit jantung yang juga
sudah berevolusi menjadi penyakit yang ditakuti seluruh manusia, gangguan
metabolism, kanker dan lain-lain, serta penyakit psikologis atau kejiwaan
seperti stress, depresi, semua penyakit itu adalah penyakit menakutkan yang
sewaktu-waktu akan melumpuhkan, tidak mengenal umur dan strata. Penyakit
tersebut saling berkaitan dan saling mendukung satu sama lain, bisa berawal
dari penyakit psikologi berkembang menjadi penyakit fisiologis yang berbahaya,
misalnya kecemasan ataupun depresi yang berkepanjangan dapat mempengaruhi
kekebalan ataupun daya tahan tubuh sehingga berakibat pada lemahnya sistem
kerja tubuh terciptalah berbagai jenis penyakit fisik mulai dari
penyakit-penyakit ringan sampai penyakit berbahaya. Dan begitulah seterusnya.
Munculnya
penyakit-penyakit yang demikian bervariasi tidak jarang teknologi-teknologi
canggih dibidang kesehatan menyerah dengan penyakit itu seolah membuktikan
bahwa teknologi ciptaan manusia tidak akan mampu menyaingi kebesaran Allah.
Menyadarkan manusia untuk kembali pada syariat-syariatnya, kembali pada jalan
yang benar dengan penyelesaian masalah yang ditawarkan baik melalui Al-Quran secara
tersurat maupun melalui sunnah-sunnah rasulnya. Maka akan terjawab semua
persoalan hidup berkaitan dengan penyakit-penyakit yang diturunkan Allah SWT
itu. Melalui sabda Rasulullah yang bunyinya ‘’ Berobatlah kalian sesungguhnya
Allah tidak merunkan penyakit kecuali mendatangkan juga obatnya, kecuali
penyakit tua (H. R Tirmizi) sehingga tidak akan ada kata menyerah ketika islam
menghadapi suatu penyakit. Terbukti seorang Guru besar Fakultas Ushuluddin UIN
Walisongo Prof. Dr M Amin Syukur yang sembuh dari penyakit kangkernya karena
do’a dan zikir dimana dokter memfonisnya
hanya memiliki kesempatan hidup hanya tiga bulan lagi.
Menurut Dadang
Hawari dari sudut Ilmu kesehatan jiwa Do’a dan Dzikir adalah merupakan therapy
Psikiatrik setingkat lebih tinggi dibandingkan psikiatrik psikologi biasa hal
ini karena Do’a dan Dzikir adalah model penyembuhan yang mengandung unsur-unsur
kerohanian/keagamaan yang dapat membangkitkan harapan, rasa percaya diri dan
keimanan (Faith).[1]
Sehingga secara otomatis dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Lebih lanjut kami
akan menyajikan akan menajikan proses penyembuhan Doa dan Dzikir.
1)
Penyembuhan dengan Do’a
Do’a adalah
permohonan yang dipanjatkan kehadirat Allah, Tuhan yang Maha Kuasa Maha
Pengsih, dan Maha penyayang.[2]
Do’a tersebut adalah bentuk penyerahan diri kepada yang Maha Kuasa Kepada zat
sang produser yang mengatur seluruh proses yang ada di alam, dialah yang
mengatur proses kerja yang ada didalam tubuh Manusia dialah yang mengatur sehat
tidaknya seseorang.
Melalui
permohonan yang dipanjatkan tersebut kita menyadari kelamahan diri dan mengakui
bahwa ada kekuatan dahsyat diluar diri kita. Oleh karena itu kita membutuhkan
kekuatan dahsyat yang diluar itu. Hal tersebut adalah kebutuhan setiap manusia,
kebutuhan untuk mendapatkan kebahagiaan, kekuatan, kedamaian, ketentraman. Dari
siapakah kekuatan dashyat itu, kekuatan yang tidak dapat diraba tidak dapat
disaksikan oleh panca indra, dari mana? Tentu kekuatan dahsyat itu adalah milik
Allah, maka untuk mendapatkannya maka kita akan memintanya kepada sa/ng
pemiliknya. Dengan demikian Do’a dapat menjadi salah satu media penyembuhan
Robert H Thoules mengungkapkan bahwa Do’a sebagai tekhnik penyembuhan mental
seseorang. WHO atau organisasi kesehatan dunia juga menegaskan bahwa upaya
spiritual sama dengan upaya penyembuhan seperti halnya perobatan medis,
psikologis, psikososial. The American Psychiatri Association (APA) juga
memberikan anjuran untuk menambahkan terapi keagamaan disamping terapi psikis
dan medis yaitu melakukan kegiatan keagamaan secara teratur melalui Do’a.
Berbagai
penelitian dilakukan untuk membuktikan bahwa do’a adalah teknik penyembuhan
yang dahsyat. Sebuah penelitian yang dilakukan di Fransissco Amerika Serikat
untuk membuktikan efektivitas, study ini dilakukan terhadap 393 pasien jantung,
Responden dibagi kedalam dua kelompok secara acak, kelompok pertama memperoleh
terapi Do’a sedangkan kelompok lainnya tidak. Hasilnya menunjukan mereka yang
mendapatkan terapi Do’a hanya sedikit yang mengalami komplikasi sedangkan yang
tidak diberi terapi Do’a timbul berbagai komplikasi. Do’a mampu menurunkan
tekanan darah tinggi, meningkatkan harapan hidup karena melalui Do’a rasa
optimis akan terus terpupuk, Do’a juga akan menghilagkan persaan putus asa
dalam diri seseorang.[3]
Berikut kami akan menyajikan manfaat spektakuler dibalik Do’a.
a.
Meningkatkan Rasa Percaya Diri
Do’a yang
dipanjatkan akan mendorong timbulnya rasa percaya diri dan optimisme. Do’a
merupakan auto-sugesti yang dapat mendorong seseorang untuk berbuat sesuai
dengan yang didoakannya, juga dapat mengubah jiwa raga. Melalui Do’a seorang
dapat merasakan ‘kehadiran’ Allah SWT.sehingga seorang akan merasakan
kedamaian, ketenangan, meningkatkan spiritual dan memperkuat motivasi positif.
b.
Meningkatkan Kecerdasan Emosi
Kecerdasan
Emosi akan terus terasah ketika berdo’a, efek do’a untuk mencapai hal tersebut
adalah sebagai pendorong kekuatan batin. Dalam do’a ketika mengucapkan
pengakuan akan kelemahan diri, berserah diri, ikrar perlindungan, dan
penghayatan yang mendalam ketika mengucapkan do’a tersebut akan membuat
perasaan tertata hal itulah yang dinamakan kecerdasan emosional.
c.
Memperbaiki Kinerja Otak
Berdo’a secara
intens dapat mengubah kekuatan otak; menguatkan dan memfokuskan otak pada
perasaan tenang, menangkal ketakutan dan mengontrol rasa marah. Saat manusia berpikir
untuk mencari jawaban sebuah pertanyaan besar dalam hidup, otak akan senantiasa
berkembang dan terlatih, bila terus dilakukan dalam frekuensi padat seperti ke
masjid secara teratur dan berdo’a maka otak semakin kuat dan sehat.
d.
Memperluas Kapasitas Otak
Jika otak rajin
berdo’a otak akan menemukan sebuah ruang khusus yang biasa digunakan untuk
berdo’a kepada Allah SWT. Ruang tersebut temporal yang akan ada jika dilatih
dan akan menghilang ketika tidak dilatih, pakar ilmu tentang otak Newberg juga
memiliki hasil lain dalam penelitiannya bahwa dalam otak terdapat ‘God Circuit’
yaitu sirkuit Tuhan yang mempengaruhi keyakinan yang akan terus berkembang jika
dilatih hal tersebut akan menghasilkan daya kognitif, relaksasi, dan kesehatan
psikologi.
Bagaimana
hal dahsyat dalam do’a tersebut dapat terjadi; hal tersebut dapat terjadi
karena do’a adalah suatu auto-sugesti yang dapat mendorong seseorang untuk
optimis dengan do’a yang diucapkan, secara ilmiah do’a dapat mengaktifkan sistem
limbik otak yaitu organ yang yang dapat mengatur kesasadaran seseorang
metabolisme tubuh secara secara menyeluruh juga bergerak menuju pada
keseimbagan yang akan yang secara otomatis kinerja seluruh organ tubuh akan
maksimal.[4]
Hal itulah yang disebut sehat secara lahir dan batin. Proses psikologis
tersebut akan terjadi jika pikiran dan hati jernih. Semakin tinggi kualitas dan
kesempurnaan do’a yang dipanjatkan maka do’a tersebut akan semakin mustajab
sehingga efek kesembuhan juga semakin besar.
2)
Penyembuhan Dengan Zikir
Dzikir secara etimologi (tinjauan Bahasa)
berasal dari kata ذكر yang
berarti menyebut atau mengingat. Ensiklopedia Islam menjelaskan bahwa Dzikir
bermakna menyebutkan, menuturkan, mengingat, menjaga, atau mengerti perbuatan
baik.[5] Dzikir
adalah salah satu model penyembuhan spiritual seperti yang dijelaskan
sebelumnya bahwa penyembuhan dengan cara berdzikir lebih tinggi satu tingkat
dibandingkan Psikiatrik Psikologik biasa. Ketika berdzikir berlangsung tercipta
medan elektromagnetik yang sangat dahsyat dengan penyatuan suara, gerakan
(motion) dan maksud mengingat yang dicintai semua berkonsentrasi dalam hati…
Dzikir merupakan pintu gerbang melewati ruang dan waktu, memasuki dunia yang
lebih tinggi memfokuskan energi kita melalui do’a, adalah cara yang sangat
ampuh untuk mencapai kesehatan penyembuhan dan keharmonisan kehidupan duniawi
dan kehidupan Abadi.
Sejak
zaman Nabi sampai sekarang para ahli spiritual terus membuktikan bahwa media Dzikir
mengandung kekuatan yang luar biasa sudah banyak kejadian-kejadian pasien yang
tidak bisa disembuhkan dokter kemudian sembuh melalui ritual Zikrullah. menjadi
nafas segar bagi perkembangan Ilmu kedokteran, seolah menjadi jawaban atas
penyakit-penyakit akut yang tidak bisa disembuhkan oleh teknologi kesehatan
secanggih apapun, menjadi jawaban atas peyakit-penyakit yang semakin semakin
memprihatinkan, bukan hanya penyakit Fisiologis tetapi juga Psikologis yang
juga terus menjadi momok menakutkan masyarakat modern saat ini, kekalutan
mental adalah salah satu penyakit jiwa yang juga semakin memprihatikan, ini
karena norma-norma religious semakin jauh dari kehidupan sebagian masyarakat
modern saat ini. Sebaliknya mereka yang masih bertahan di jalur koridor agama
yaitu orang yang senantiasa Dzikir ataupun mengingat Allah akan mampu mengontrol
dan mengendalikan seluruh pikiran dan emosinya hal tersebut dikarenakan
superego akan selalu berfungsi sebagai alat kontrol perilaku perilaku manusia.
Banyak ahli yang membuktikan dzikir mempunyai
dampak yang sangat spektakuler bagi diri manusia, membuktikan bahwa berdzikir
dapat membawa pada ketenangan dan ketentraman bathin yang akan berdampak baik
pada organ-organ tubuh termasuk saraf sebagai pengendali setiap aktivitas.
Selain itu sirkulasi darah juga akan menjadi lancar yang juga akan berakibat
pada keseimbangan saraf pusat, dengan demikian tubuh akan menjadi kuat
menangkal serangan-serangan berbagai jenis virus penyakit, keseimbangan kinerja
bioelektrik dan neuro-transmiter menjadi kunci sehat maupun tidaknya jasmani.
Bagaimanakah
proses spektakuler itu dapat terjadi? Proses konsentrasi yang dilakukan pada
sumber magnetis yang terdapat dibawah tulang dada yang selanjutnya diperluas ke
otak, ketika tingkat konsentrasi benar-benar tercapai dan terus dipertahankan
maka energy negative akan tenggelam sehingga penyakit Fisilogis maupun
Psikologis akan tenggelam pula. Seperti yang dituturkan Prof. Agha dalam
bukunya ‘’The Misteri of Humanity’’ penghimpunan seluruh tenaga yang dipusatkan
pada sumber kehidupan di jantung sehingga keseimbangan dan ketentraman serta
keabadian akan tercipta.[6]
Bernard Spillka dan kawan-kawan juga
membenarkan Dzikir sebagai Healing, Dzikir dan sholat mepunyai hubungan dengan
Brain Wave (gelombang otak) dalam bukunya The Psychologi of Religion an Emprical
Aproach menyatakan bahwa setiap aktivitas yang dilakukan seseorang pasti
mempunyai kolerasi dengan brain activity (aktivitas otak) bahkan Hans Berger
menjelaskan adanya hubungan gelombang otak (brain wave) dengan kesadaran
manusia (state of consciousness). Berikut Bernard Spilka menyimpukan mode of
consciousness (bentuk kesadaran) yang dikaitkan dengan frekuensi gelombang yang
didapat melaluii sebuah penelitian kesadaran manusia saat melakukan meditasi
(Prayer) dengan menggunakan Electroence (EEG) sebuah alat perekam aktifitas
elektrik otak manusia (Brain’s electrical Activity)
1) Beta (diatas 13 cps) :
Pikiran masih aktif dengan mata terbuka, yang berorientasi pada external world
(dunia luar)
2) Alpha (8 hingga 12 cps): Santai
namun masih sadar mungkin dengan mata tertutup dan berorientasi pada internal
world (dunia dalam).
3) Theta (4 hingga 7 cps): Mengantuk
dan merasakan mimpi yang berubah-ubah bagai angan-angan yang mungkin terjadi
4) Delta (hingga 4 cps): Tidur
pulas. Seorang mempunya Consciousness meskipun tidak sadar.
Dalam
penelitian ini orang yang berdzikir atau orang yang khusyuk kesadarannya berada
pada theta atau alpha di mana pikirannya berorientasi pada alam bawa sadar atau
dalam Bahasa tasawuf disebut dengan alam malakut atau alam ghaib.
Seperti yang dijelaskan oleh A
Bersten dalam buku Berdzikir & Sehat bahwa kesadaran orang yang melakukan
meditasi atau Khusyuk kepada Allah menyerahkan seluruh persoalan hidupnya
kepadanya dinamakan d-ASC (discrete Altered State of Consciousness) dimana
dalam keadaan ini seorang akan mengalami perubahan radikal dalam kesadaran dan
pengalamannya yang tidak ia temukan dalam keadaan biasa, sebuah keadaan tentram
yang luar biasa, dengan hati yang tenteram maka seluruh mekanisme kerja organ
dalam tubuh akan bekerja sesuai dengan mekanisme yang seharusnya, inilah yang
disebut keterpaduan seluruh aspek
spiritual, Psikologis dan Fisiologis. Jelas dalam al Quran surat AL-Ra’d
ayat 28 (yaitu) “orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram
dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tentram”.
3)
Formula Dzikir
Seperti yang
telah disinggung sebelumnya bahwa dzikir dapat menyembuhkan penyakit, sebagai
pendamping pengobatan medis ataupun sebagai alternatif ketika medis sudah tidak
mampu lagi menyembuhkan penyakit tersebut seperti yang dialami Prof Amin
Syukur, beliau sembuh dari kankernya padahal pengobatan medis sudah menyerah
dengan penyakit itu. Dalam melakukan zikir tentunya ada resep ataupun
formulanya. Ustadz Mustamur Pedak dalam bukunya Dzikir Penyembuhan menawarkan
Formula Dzikir seperti berikut
Sebelum melakukan Dzikir penyembuhan
ini siapkanlah hal-hal berikut ini:
1.
Persiapkanlah ruhani anda. Persiapan ruhani yang dimaksud adalah
rasa penghambaan diri kepada Allah yang Maha Menyembuhkan. Yakinlah bahwa apapun
yang terjadi (termasuk sakit kita) adalah kehendak-Nya juga. Pasrahkan diri
anda kepada-Nya dengan sepasrah-pasrahnya.
2.
Bersucilah (berwudhu) dengan sebaik-baiknya.
3.
Berpaikanlah dengan pakaian shalat yang longgar, bersih dan suci.
4.
Pilihlah tempat yang sirkulasi udaranya baik.
5.
Gunakanlah wewangian yang natural.
Setelah melakukan
persiapan-persiapan itu lakukanlah dzikir penyembuhan dengan cara sebagai
berikut:
1.
Menghadaplah ke kiblat.
2.
Duduklah dengan bersila (boleh juga memilih posisi duduk yang
paling nyaman sesuai dengan kondisi) dengan tulang punggung kita lurus serta
tubuh yang rileks.
3.
Mulailah bernafas dalam-dalam melalui hidung, tahan sebentar, lalu
hebuskan melalui mulut. Tariklah nafas dengan santai dan keluarkan dengan
santai pula. Rasakan saat udara memasuki lubang hidung dan ikuti alirannya
menuju paru-paru. Rasakan tulang rusuk dan paru-paru anda menggembung untuk
menerima “nafas kehidupan” dari Allah. Perhatikan juga perut dan diafragma yang
mengembang dan mengempis. Rileks dan dengarkan suara pernafasan anda. Ulangi 3
kali atau 5 kali.
4.
Lalu bacalah (boleh dengan menghafal atau membaca tulisannya)
bacaan dzikir dibawah ini yang kebanyakan adalah ayat-ayat suci al-qur’an.
·
Waqof dan wasolnya (tanda-tanda kapan boleh berhenti dan kapan
tidak boleh berhenti).
·
Ucapkan dengan makharij al-huruf (tempat keluarnya huruf) yang
benar.
·
Perhatikan tanda tajwid yang lain.
Lalu bacalah:
a.
Istighfar
b.
Surat al-fatikhah
c.
Surat al-ikhlas
d.
Surat al-falaq
e.
Surat an-nas
f.
Surat al-baqarah ayat 1-5
g.
Surat al-baqarah ayat 163
h.
Surat al-baqarah ayat 255
i.
Surat al-baqarah ayat 284-286[7]
C.
Kesimpulan
Ritual-ritual keagaman selain
sebagai sarana mendekatkan diri kepaada Allah ternyata menyimpan berbagai manfaat dalam penyembuhan kesehatan
baik psikis maupun fisik, melalui zikir diri berkonsentrasi kepada yang
dicintai sampai tercipta sebuah kontak batin, dari situlah tercipta kepercayaan
kepada sang yang di cinta, Apa yang
dibutuhkan akan senantiasa tertanam dalam diri bahwa ada yang akan menguatkan
setiap do’a-do’a yang dipanjatkan. Dengan demikian Tidak akan ada
ketakutan-ketakutan menghadapi persoalan pelik didunia ini, tidak ada lagi
sengsara karena semuanya kita percacakan kepada sang yang dicinta yaitu Allah.
Dalam makalah ini juga menyajikan formula-formula zikir yang dijalankan oleh
orang-orang yang berhasil sembuh dari penyakit yang dideritanya
Daftar Pustaka
Soleh, Dr. Muh, Agama sebagai
terapi, Madiun: Pustaka Pelajar, 2005.
Masyudi, In’amuzadin, Berfikir
& Sehat, Semarang: Syifa Press, 2005.
Ramadhan, Abu Aaiz, Meraih Berkah
Do’a dan Ridho Ibu, Jakarta: Citra Risalah, 2012.
Khawari Dadang, Integrasi Agama
Dalam Pelayanan Medis, Jakarta: Fak. Kedok UI, 2008.
Syukur, Amin, Dzikir Menyembuhkan
Kankerku, Semarang: Hikmah, 2007.
Pedak Mustamir, Dzikir
Penyembuhan, Semarang: Pustaka Nuun, 2010.
[1] Hawari, Dadang,Integrasi Agama Dalam Pelayanan Medis, Jakarta:
Fakultas Kedok UI. 2008
[2] Hawari, Dadang,Integrasi Agama Dalam Pelayanan Medis, Jakarta:
Fakultas Kedok UI. 2008 hal 16
[3] Ramadhan, Abu Faiz, Meraih Berkah & do’a Ibu , Jakarta: Citra
Risalah. 2012 halm 27
[4] Sholeh, Dr Moh, Agama sebagai Terapi, Madiun: Pustaka Pelajar, 2005
halm 242
[5] Masyudi, In’amuzadi, Berzikir & Sehat, Semarang: Syifa Press,
2005 halm 7
[6] Ramadhan, Abu Faiz, Meraih Berkah & do’a Ibu halm
[7] rujukan: Ustadz Mustamir Pedak, Dzikir Penyembuhan,
Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2010, halaman 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Kisah–kisah
dalam Al-Qur’an memiliki sisi urgensi yang sangat besar. Ia adalah
unsur terpenting dari proses pendidikan dan informasi. Dengan kisah-kisah
itu, dakwah mampu menembus relung hati yang dalam dari pendengarnya, objek
dakwah. Dakwah Islam juga bisa ditampilkan melalui media kisah, sehingga
tujuan-tujuannya sebagai tugas agama
bisa tercapai. Kisah merupakan sarana yang sangat ampuh dalam proses
pendidikan. Oleh karenanya, kisah adalah variabel penting yang ditampilkan
Al-Qur’an, dan untuk itu, kisah-kisah di dalamnya sangat mendominasi mayoritas
surah yang ada dalam Al-Qur’an. Karena itu, merupakan sebuah tuntutan bagi
kita, Kaum Muslimin yang menjadikan
Al-Qur’an sebagai pembimbing utama dalam hidup, untuk memahami kisah-kisah yang
ada di dalamnya dan memahami hikmah yang ada dibaliknya. Hal ini agar kita bisa
mengambil pelajaran dan tuntunan darinya.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
A. Apa yang dimaksud dengan kisah?
B. Apa hubungan pertalian kisah dengan
hajat hidup manusia?
C. Apa isi kandungan kisah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kisah
Lafal “kisah” berasal dari bahasa Arab qishshat jamaknya qishash yang menurut Muhammad
Ismail Ibrahim, berarti “Hikayat
[dalam bentuk] prosa yang panjang”. Sedangkan Manna al-Qaththan berkata, “Kisah ialah menelusuri jejak”. Seperti
tersebut dalam ayat 64 dari al-Kahfi: “فارتداعلى
آثارهما قصصا” (Maka
keduanya kembali [lagi] menelusuri jejak mereka), dan dalam ayat 11 dari
al-Qashash “وقالت
لأخته قصيه” (Dan
ibu Nabi Musa berkata kepada kakak perempuannya (Musa), “Ikuti adikmu [yang ada
dalam kotak itu, sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya]”).
Walaupun pada lahirnya kedua pengertian itu tempak
sedikit berbeda, namun pada hakikatnya tidak berbeda secara tajam karena yang
pertama melihatnya dari sudut gaya bahasa yang dipakai dalam kisah, sementara
yang kedua melihatnya dari segi cara yang ditempuh dalam berkisah.
Adapun qashash
adalah akar kata (mashdar) dari qashsha yaqushshu, secara lughowi
konotasinya tak jauh berbeda dari yang disebutkan di atas, yang dipahami
sebagai “Cerita yang ditelusuri” seperti
dalam firman Allah pasa surat Yusuf ayat 111 “لقد
كان في قصصهم عبرة لأولى الألباب” (Sesungguhnya
didalam cerita (kisah-kisah) mereka ada pelajaran bagi yang berakal).
Hukum kisas (balas) secara etimologis
juga mengandung pengertian menelusuri atau mengikuti tapi khusus berekenan
dengan “mengikuti darah dengan darah,
bunuh dengan bunuh,” dan sebagainya.
Dari pengertian lughowi itu dan setelah
memperhatikan kisah-kisah yang diungkapkan oleh Al-qur’an, maka kita dapat
menerima pengertian yang dikemukakan oleh Manna’ al-Qaththan bahwa yang
dimaksud dengan kisah Al-qur’an ialah “Informasi
Al-qur’an tentang umat-umat yang silam, para Nabi, dan peristiwa-peristiwa yang
terjadi”.
Berdasarkan pengertian itu, maka kita dapat berkata,
bahwa kisah-kisah yang dimuat dalam Al-qur’an semuanya cerita yang benar-benar
terjadi, tidak ada cerita fiksi, khayal, apalagi dongeng. Jadi bukan seperti
tuduhan sebagian kaum orientalis bahwa dalam Al-qur’an ada kisah yang tidak
cocok dengan fakta sejarah? Selain itu ada pula yang berkata, kisah tersebut
adalah karangan Nabi Muhammad bukan turun dari Allah. Untuk membantah
pendapat-pendapat ini banyak ditemukan ayat Al-qur’an yang menjelaskan
kebenaran kisah-kisah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. antara lain: إن هذا لهو القصص الحق (Sesungguhnya
ini ialah kisah yang benar)(Ali Imran:
63), نحن نقص عليك نبأهم
بالحق... (Kami
kisahkan kepadamu berita tentang mereka yang sebenarnya)(al-Kahfi: 13). نتلواعليك من نبإ موسى
وفرعون بالحق...(Kami
bacakan kepadamu berita tentang Musa dan Fir’aun dengan sebenarnya)(al-Qashash: 3).
Semua ayat itu menegaskan secara pasti bahwa semua
kisah didalam Al-qur’an adalah benar, tak ada yang bohong atau fiksi dan
sebagainya. Namun ada yang sudah terbukti kebenarannya berdasarkan penyelidikan
ilmiah, dan masih banyak yang belum ditemukan buktinya. Hal itu antara lain
disebabkan, terutama oleh sangat terbatasnya pengetahuan manusia. Di antara
yang sudah ditemukan, ialah jasad Fir’aun yang tenggelam di laut Merah ketika
mengejar Nabi Musa AS.bersama kaumnya sebagaimana ditegaskan Allah dalam ayat
50 dari al-Baqarah dan ayat 90 dari surat Yunus sebagai berikut:
وإذ فرقنا بكم البحر فأنجيناكم وأغرقنا آل فرعون وأنتم تنظرون
(Dan ingatlah ketika Kami telah membelah laut
untukmu, lalu Kami menyelamatkan kamu dan menenggelamkan keluarga Fir’aun
sedang kamu menyaksikannya).
Al-Baqarah: 50
وجا وزنا ببنى إسرائيل البحر فأتبعهم فرعون وجنوده بغيا
وعدوا حتى إذاأدركه الغرق قال آمنت أنه لآإله إلا الدي آمنت به بنوا إسرائيل وأنا
من المسلمين
(Dan Kami bawa Bani
Israil melintasi laut, lalu mereka
diikuti oleh Fir’aun dan pasukannya karena hendak menganiaya dan menindas
mereka, sehigga ketika Fir’aun hampir tenggelam ia berkata ‘Saya percaya bahwa
tiada Tuhan kecuali yang diimani oleh Bani Israil dan saya termasuk orang-orang
yang berserahdiri kepada Allah’). Yunus: 90
Dalam kedua ayat di atas jelas sekali bahwa dinyatakan
bahwa Fir’aun bersama-pengikut-pengikutnya tenggelam dilamun ombak ketika
mereka sedang berada di Laut Merah. Meskipun para pengikutnya tenggelam di laut
itu, namun khusus jasad Fir’aun diselamatkan Allah sebagaimana ditegaskan-Nya
pada ayat 92 dari surat Yunus: “فاليوم
ننجيك ببدنك لتكون لمن خلفك آية” (Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu
[badanmu] supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi generasi belakangan).
Menurut sejarah, setelah peristiwa itu usai, mayat
Fir’aun ditemukan terdampar di pantai, lalu diambil dan dibalsem oleh orang
Mesir. Kebenaran kisah yang diungkapkan ayat di atas, sekarang telah terbukti.
Sekitar 100 tahun lalu tepatnya pada tahun 1898 Loret (seorang arkeolog
Perancis) telah menemukan mumi (jasad Fir’aun yang telah dibalsem) itu. Pada
tahun 1907 Elliot Smith juga arkeolog Perancis menelitinya dengan cermat. Maka
dia meyakini bahwa mumi itu memang benar mayat Fir’aun yang mati dilamun ombak
ketika mengejar Nabi Musa AS.tempo dulu. Kebenaran fakta ini diakui pula oleh
seorang ahli bedah Perancis, Maurice Bucaille; sebagaimana ditulis Quraish
Shihab, Bucaille memberikan pengakuan itu setelah ia menemukan bekas-bekas
garam di sekujur tubuh mumi itu pada waktu ia menelitinya pada tahun 1975.
Penemuan Bucaille tersebut jelas menambah kuatnya bukti bahwa mumi itu memang
jasad Fir’aun yang dulu meninggal di laut seperti diinformasikan Al-qur’an di
atas.
Kisah-kisah Al-qur’an ditempatkan Allah pada
berbagai surat secara terpencar-pencar dan tidak disebutkan secara kronologis pada
satu surat khusus, kecuali kisah Nabi Yusuf AS.yang diungkapkan Allah secara
lengkap dalam surat Yusuf. Selain itu ada pula yang diungkapkan Allah secara
pragmentaris (sepotong-potong) dalam sejumlah surat, yang masing-masing
potongan kisah saling melengkapi seperti kisah Nabi Musa dan Fir’aun terdapat
pada 44 surat yaitu: al-Baqarah, Ali `Imran, an-Nisa`, al-Ma`idah, al-An’am,
al-A’raf, al-Anfal, Yunus, Hud, Ibrahim, al-Isra`, al-Kahfi, Maryam, Thaha,
al-Mukminun, al-Anbiya`, al-Hajj, as-Syu’ara`, al-Furqan, an-Naml, al-Qashash,
al-Ankabut, as-Sajadah, al-Ahzab, Shad, Ghafir (al-Mukmin), al-Zukhruf,
ad-Dukhan, as-Shaffah, Fushilat, Qaf, as-Syura, ad-Dzariyat, al-Qamar,
al-Tahram, al-Haqqah, al-Muzammil, an-Nazi’at, al-Buruj, al-Fajr, al-Ahqaf,
an-Najm, as-Shaf, dan al-A’la. Demikian pula kisah Nabi Nuh terdapat pada
surat-surat: Ali `Imran, an-Nisa`, al-An’am, al-A’raf, at-Taubah, Yunus, Hud,
Ibrahim, al-Isra`, Maryam, al-Hajj, al-Furqan, al-Syu’ara`, al-Ahzab,
al-Shaffat, Shad, Ghafir (al-Mukmin), Qaf, ad-Dzariyat, an-Najm, al-Qamar,
at-Tahrim, Nuh, al-Anbiya`, al-Mukminun, al-Ankabut, as-Syura, al-Hadid.
Dari kenyataan itu kita dapat berkata bahwa
kisah-kisah Al-qur’an itu terdapat pada surat-surat Al-qur’an, baik Makkiyah maupun Madaniyyat.
Apabila diamati kisah-kisah yang terdapat dalam
Al-qur’an, maka paling tidak ditemukan tiga kategori.
Pertama, mengenai para nabi. Pada umumnya kisah
tentang ini berisi antara lain dakwah terhadap kaum mereka, mukjizat sebagai
bukti kerasulan untuk mendukung kebenaran risalah mereka, sikap orang-orang
yang menentang mereka, proses perjalanan dakwah, dan kesudahan orang-orang
mukmin dan pendurhaka. Hal tersebut dapat ditemukan pada kisah-kisah Nabi Nuh,
Ibrahim, Musa, Harun, Isa, Muhammad SAW, dan lain-lain.
Kedua, kisah tentang peristiwa yang terjadi di masa
lampau, tapi bukan para nabi, seperti cerita dua putera Nabi Adam: Qabil dan
Habil, ahli Kahfi, Zulkarnain, Qarun, Ashhab al-Ukhdud, Maryam, Ashhab al-Fil,
dan lain-lain.
Ketiga, kisah-kisah yang terjadi di masa Rasul Allah
seperti perang Badar dan perang Uhud dalam Ali Imran, perang Hunain dan Tabuk
dalam at-Taubah, Hijrah, Isra’, dan sebagainya.
Jika diperhatikan ketiga macam kisah yang terdapat
dalam Al-qur’an itu maka tampak dengan jelas semuanya bertujuan memberikan
pelajaran memanggil umat kejalan yang benar agar mereka selamat hidup di dunia
dan berbahagia sampai ke akhirat, sebagaimana akan diuraikan sebagai berikut.
Allah menuntun umat ke jalan yang benar demi
keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat, yang bila dikaji
secara seksama, maka diperoleh gambaran bahwa dalam garis besarnya tujuan
pengungkapan kisah dalam Al-qur’an ada dua macam yaitu tujuan pokok (غرض
أساسي) dan tujuan sekunder (غرض
فرعي).
Menurut a;-Buthi, yang dimaksud dengan tujuan pokok
ialah “merealisir tujuan umum yang dibawa
oleh Al-qur’an kepada manusia”, yakni menyeru, menunjuki mereka kejalan
yang benar agar mereka mendapat keselamatan di dunia dan akhirat, sedangkan
yang dimaksud dengan tujuan sekunder ialah sebagai berikut:
1. Untuk menetapkan bahwa Nabi Muhammad
benar-benar menerima wahyu dari Allah bukan berasal dari orang-orang ahli kitab
seperti Yahudi dan Nashrani. Sejarah tidak pernah mencatat bahwa Nabi pernah
belajar kepada mereka. Seandainya hal itu pernah terjadi niscaya mereka akan
beberkan secara luas kepada masyarakat karena peristiwa serupa itu dapat
menjadi senjata yang teramat ampuh untuk mengalahkan hujjah Nabi. Malah yang
terjadi sebaliknya: Nabi Muhammad SAW.terkenal sebagai seorang terpercaya (al-Amin) di kalangan masyarakat Arab
dari kecil sampai dewasa (berumur 40 tahun) yakni sebelum beliau menjadi Nabi.
Kurun waktu 40 tahun cukup lama untuk menjadi bukti atas kejujurannya.
Setelah menjadi Rasul, Nabi Muhammad SAW.mulai
menyampaikan wahyu itu ada yang berisikan kisah umat-umat yang lalu; dan
kisah-kisah tersebut cocok dengan yang terdapat dalam kitab-kitab Taurat dan
Injil.
2. Untuk pelajaran bagi umat manusia. Hal
ini tampak dalam dua aspek. Pertama menjelaskan besarnya kekuasan Allah dan
kekuatan-Nya, serta memperhatikan bermacam azab dan siksaan yang pernah
ditimpakan kepada umat-umat yang telah lalu akibat kesombongan, keangkuhan, dan
pembangkangan mereka terhadap kebenaran.
3. Membuat jiwa Raasul Allah tenteram dan
tegar dalam berdakwah. Dengan dikisahkan kepadanya berbagai bentuk keingkaran
dan kedurhakaan yang dilakukan oleh umat-umat di masa silam terhadap para nabi
dan ajaran-ajaran yang dibawa mereka, maka Nabi Muhammad SAW.merasa lega karena
apa yang dialaminya dari bermacam cobaan, ancaman, dan siksaan dalam berdakwah,
juga pernah dirasakan oleh para nabi sebelumnya, bahkan kadang-kadang terasa
cobaan tersebut lebih keras dan kejam ketimbang apa yang dialami beliau. Dengan
demikian, akan timbul imaj dalam dirinya bahwa kesukaran tersebut tidak dia
saja yang merasakannya tapi juga nabi-nabi sebelumnya; dan bahkan ada di antara
mereka yang dibunuh oleh kaumnya seperti Nabi Zakariya, Yahya, dan lain-lain.
Dalam hal ini secara eksplisit dinyatakan oleh Al-qur’an seperti tertera dalam
al-Baqarah: 61, Ali Imran: 21 dan 112.
4. Mengkritik para Ahli Kitab terhadap
keterangan-keterangan yang mereka sembunyikan tentang kebenaran Nabi Muhammad
dengan mengubah isi kitab Taurat dan membacanya jika mereka benar, seperti
tercantum dalam ayat 93 dari Ali Imran yang pada intinya cukup menjadi bukti
bagi kita bahwa semua kisah dalam Al-qur’an bertujuan untuk mendukung tujuan
agama secara umum, memberikan bimbingan dan pendidikan kepada umat agar mereka tidak tersesat dalam
menjalani hidup dan kehidupan di muka bumi ini.
Dengan demikian mereka akan dapat
mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin.
B. Pertalian Kisah Dengan Hajat Hidup
Manusia
Dari uraian terdahulu kita mendapat gambaran bahwa
kisah dalam Al-qur’an mempunyai multifungsi, selain berisi pelajaran yang amat
berharga, juga berfungsi mengokohkan akidah Tauhid; dan sekaligus menenteramkan
jiwa, serta menetapkan pendirian dalam berjuang; bahkan dapat pula kisah itu
berfungsi sebagai penghibur jiwa dan pelipur lara, terutama bila berhadapan
dengan tantangan yang keras dari umat mereka dan penolakan mereka. Peristiwa
yang sangat mengecewakan serupa itu tak usah menjadikan kita bersedih hati
apalagi berputus asa sebab nabi-nabi di masa silam juga menghadapi hal serupa, bahkan
lebih sadis dan brutal sebagaimana telah disebutkan di muka. Jadi dengan adanya
kisah para nabi itu maka kita merasa terhibur, karena bila dibandingkan dengan
apa yang dihadapi oleh para nabi di masa silam itu, maka yang kita hadapi masih
jauh lebih ringan.
Dari keterangan tersebut tampak di muka kita bahwa
kisah-kisah dalam Al-qur’an betul-betul bertalian dengan kebutuhan hidup umat
manusia di dunia ini. Selain itu, jika kisah yang dikarang oleh manusia lebih
banyak menunjukkan segi hiburan dari pada pelajaran, maka kisah-kisah dalam
Al-qur’an sebaliknya, yakni lebih mengutamakan pelajaran, pendidikan, dan
dakwah daripada tujuan-tujuan yang lain. Berdasarkan kenyataan yang demikian, maka
terasa sekali kisah-kisah tersebut bertalian sangat erat dengan hajat hidup
manusia di muka bumi ini.
C. Kandungan Kisah
Dengan diungkapkan berbagai kisah yang dilalui oleh
umat-umat di zaman lampau serta akibat yang timbul dari perbuatan dan
keingkaran mereka, maka kita yang hidup kemudian dapat mengambil pelajaran dari
peristiwa-peristiwa tersebut; sehingga dapat menghindarkan diri dari
perbuatan-perbuatan yang tercela dan melaksanakan hal-hal yang terpuji agar apa
yang dialami oleh umat yang lalu itu tidak terulang lagi di masa kini.
Kisah-kisah dalam Al-qur’an diungkapkan dalam rangka
mendidik umat tentang bagaimana cara hidup sebagai khalifah yang diserahi
amanah memakmurkan dan membngun kehidupan yang layak bagi umat manusia di muka
bumi ini. Dari itu kisah-kisah tersebut berisi materi antara lain: Tauhid,
Akhlak, dan Mu’amalah.
Ketiga unsur ini amat penting dalam kehidupan umat.
Sebagai contoh, misalnya tertera dalam ayat 85 dari al-A’raf:
وإلى مدين أخاهم شعيبا
قال ياقوم اعبدوا الله مالكم من إله غيره قدجاءتكم بينة من ربكم فأوفوا الكيل
والميزان ولاتبخسوا الناس أشياءهم ولاتفسدوافى الارض بعد إصلاحها ذلكم خيرلكم إن
كنتم مؤمنين.
(Dan [Kami telah
mengutus] kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: ‘Hai
kaumku! Sembahlah Allah. Sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia.
Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka
sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu
jika kamu betul-betul orang yang beriman).
Jelas terlihat dalam kisah itu ketiga unsur tadi
(akidah, ibadah, dan muamalah). Unsur akidah dan ibadah tampak pada seruan Nabi
Syu’aib agar umatnya hanya menyembah Allah semata bukan yang lain; sementara
unsur muamalah terlihat dari peringatannya agar kaumnya jujur dalam menimbang
dan menakar; sedangkan dari segi akhlak mereka dituntut supaya tidak berbuat
binasa di muka bumi.
BAB
III
PENUTUP
Bahwa kisah-kisah dalam Al-qur’an ada yang
diungkapkan Allah berulangkali merupakan suatu kenyataan yang tak terbantah
karena hal itu memang dijumpai dalam Mushhaf; bahkan ada diantaranya yang
diulang sangat sering seperti kisah Nabi Musa AS. dan Fir’aun yang terdapat pada
44 surat sebagaimana telah disebut, dan terulang sekitar tigapuluh kali. Namun
apabila diamati secara cermat pengulangan tersebut, maka diperoleh gambaran
bahwa yang diulang ialah nama pelaku utamanya seperti Musa, Nuh, Fir’aun, dan
lain-lain; sedangkan isi atau materi yang diungkapkan dalam setiap pengulangan
tidak sama. Dengan demikian, sekalipun pada lahirnya tampak suatu kisah berulang namun pada hakikatnya bukanlah
berulang, melainkan semacam cerita bersambung. Oleh karena diungkapkan suatu
kisah dalam berbagai tempat, maka lengkaplah informasi tentang kisah tersebut.
A. Keimpulan
Jadi
kita dapat berkata, bahwa tak disebutkan tempat dan waktu terjadinya suatu
peristiwa, punya tujuan yang lebih besar dan mulia, yakni mendorong umat untuk
melakukan penyelidikan intensif sehingga dapat membuktikan sendiri kebenaran
Al-qur’an. Apabila semua telah dijelaskan oleh Al-qur’an maka bidang
penyelidikan ilmiah, terutama tentang sejarah akan kurang mendapat perhatian
dan motivasi untuk mengetahuinya tidak begitu kuat. Tapi jika hal itu tak
dijelaskan, maka akan memberikan motivasi yang kuat sekali bagi para ilmuwan
yang berminat terhadap sejarah dan kehidupan social lainnya untuk melakukan
penelitian dan penyelidikan imliah.
DAFTAR
PUSTAKA
Baidan,
Nashruddin. 2004. Wawasan Baru Ilmu
Tafsir. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Abdul
Wahid, Ramli. 1994. Ulumul qur’an. Jakarta:Rajawali
Syadali,
Ahmad. 1997. Ulumul qur’an I.Bandung:CV. Pustaka Setia
Thamrin,
Husni. 1982. Muhimmah ulumul qur’an. Semarang:Bumi Aksara
Langganan:
Postingan (Atom)