BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Serangkain peristiwa penting
mengawali Periode Klasik sejarah perkembangan umat Islam: Perang Siffin (657),
Tahkim (658), dan Amul Jama’ah (661). Rangkaian peristiwa itu menjadi awal
naiknya Bani Umayah ke tangga puncak kekuasaan atas umat Islam.[1]
Keadaan sosial politik pada awal
kepemimpinan Ali sangat tidak stabil karena terjadi pemberontakan di mana-mana.
Pemberontakan-pemberontakan itu tidak dapat diselesaikan hingga akhir
kepemimpinan Ali, sehingga hal tersebut menyebabkan pecahnya umat Islam menjadi
beberapa golongan dan sangat tidak menguntungkan bagi Ali.
Golongan Khawarij merupakan
perpecahan dari pengikut-pengikut Ali yang mulai timbul dan memisahkan diri
setelah terjadi perang shiffin antara pihak Ali dan Muawiyah, yang berakhir
dengan tahkim atau perdamaian. Karena Ali menerima perdamaian tersebut, mereka
menganggap bahwa hal itu merupakan kesalahan besar sebab perdamaian itu
dilakukan dengan cara yang tidak jujur dan tidak adil, tetapi hanya sebagai
siasat saja untuk menghindari kekalahan perang yang sudah nampak.[2]
Muawiyah ibn Abi Sufyan, Gubernur
Syiria, yang sejak awal selalu berseberangan dengan Ali juga mengharapkan
kekhalifahan dan memanfaatkan keadaan yang ditimbulkan oleh pembunuhan Utsman
itu untuk kepentingannya sendiri.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
lahirnya Dinasti Umayah ?
2.
Bagaimana
perkembangan Dinasti Umayah ?
3.
Apa
saja penyebab kemundurannya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Berdirinya Dinasti Bani Umayah
Sebenarnya, asal usul berdirinya
Dinasti Bani Umayah dapat ditelusuri hingga peristiwa pembunuhan Khalifah Usman
bin Affan. Setelah Khalifah Usman bin Affan terbunuh, Ali bin Abu Thalib
diangkat menjadi Khalifah. Namun ternyata tidak seluruh kaum muslim mau
membaiatnya, termasuk Muawiyah yang saat itu menjadi Gubernur Syiria. Muawiyah
bersedia membaiat Ali jika para pembunuh Khalifah Usman sudah diadili.
Akibat penentangan Muawiyah,
pecahlah Perang Siffin pada tahun 657 M. Ketika tentaranya terdesak, pihak Muawiyah
meminta arbitrase dengan pihak Ali. Peristiwa yang mengakhiri Perang Siffin ini
dikenal dengan sebutan Tahkim. Tahkim dimulai dengan dilaksanakannya
perundingan untuk menentukan utusan tiap-tiap pihak, yakni pihak Ali mengutus
Abu Musa al-Asy’ari dan pihak Muawiyah menunjuk Amr bin Ash. Perundingan
dilaksanakan di Daumatul Jadal, antara tahun 36-37 H/656-657 M. Pada
perundingan tersebut, pihak Muawiyah yang diwakili Amr bin Ash menghianati
hasil kesepakatan dengan mengatakan Muawiyah sebagai Gubernur Syiria.[3]
Beberapa tahun setelah Takhim,
Khalifah Ali terbunuh tepatnya pada tanggal 20 Ramadhan 40 H/660 M. Sebagai
penggantinya dipilih anaknya, Hasan bin Ali sebagai Khalifah. Namun, karena
ternyata lemah, sementara Muawiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian
damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu
kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah ibn Abi Sufyan. Di sini lah, perjanjian
itu menyebabkan Muawiyah menjadi absolut dalam Islam. Dan tahun 41 H/661 M
dikenal sebagai Amul Jama’ah atau persatuan antara Hasan dan Muawiyah, artinya
bahwa antara mereka tidak terjadi perebutan kekuasaan dan mereka berdamai serta
menjalankan pemerintahan dalam satu kepemimpinan. Peristiwa ini mengukuhkan
Muawiyah sebagai Khalifah dan menandai berdirinya Dinasti Bani Umayah.
Dengan demikian berakhirlah apa yang
disebut dengan masa al-Khulafa’ ar-Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan
Bani Umayah dalam sejarah politik.[4]
Sebenarnya, Muawiyah telah dibaiat
menjadi Khalifah oleh para pendukungnya pada tahun 40 H/660 M di Iliya
Yarusalem. Namun, kekuasaannya sebelum Amul Jama’ah masih sangat terbatas. Oleh
karena itu Amul Jama’ah merupakan pengukuhan bagi eksistensi Dinasti Bani
Umayah.
a.
Para Khalifah Dinasti Bani Umayah
Dinasti
Bani Umayah di Damaskus berkuasa hampir satu abad (661-750). Selama rentang
waktu tersebut dinasti ini dipimpin oleh 14 Khalifah, yaitu:
1.
Muawiyah
bin Abu Sufyan/Muawiyah I (661-680 M)
2.
Yazid
bin Muawiyah/Yazid I (680-683 M)
3.
Muawiyah
bin Yazid/Muawiyah II (683 M)
4.
Marwan
bin Hakam/Marwan I (683-685 M)
5.
Abdul
Malik bin Marwan (685-705 M)
6.
Walid
bin Abdul Malik/ Walid I (705-715 M)
7.
Sulaiman
bin Abdul Malik (715-717 M)
8.
Umar
bin Abdul Aziz/Umar II (717-720 M)
9.
Yazid
bin Abdul Malik/Yazid II (720-724 M)
10.
Hisyam
bin Abdul Malik (724-743 M)
11.
Walid
bin Yazid/Walid II (743-744 M)
12.
Yazid
bin Walid I/Yazid III (744 M)
13.
Ibrahim
bin Walid I (744 M)
14.
Marwan
bin Muhammad/Marwan II (744-750 M)
Ekspansi yang
terhenti pada masa Khalifah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan
kembali oleh Dinasti Bani Umayah. Dizaman Muawiyah Tunisia dapat ditaklukkan.
Disebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai kesungai Oxus
dan Afganistan sampai ke Kabul, angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke
ibu kota Bzantium, Kontatinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan oleh Muawiyah
kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abdul Malik. Dia mengirim tentaranya
menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menaklukkan Balkan, Bukhara,
Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai India dan dapat menguasai
Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke
wilayah barat secara besar-besaran dilanjutkan ke zaman Walid bin Abdul Malik.
Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, keamanan dan ketertiban. Pada
masa pemerintahan yang berjalan selama kurang lebih 10 tahun, tercatat suatu
ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya Benua Eropa,
yaitu pada tahun 711 M setelah Aljazair dan Maroko dapat ditaklukkan Thariq bin
Ziyad, pemimpin pasukan Islam atas perintah gubernur Afrika Utara, Musa bin
Nushair dengan membawa pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara
Maroko dan benua Eropa dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal dengan
nama Gibraltar (Jabal Thariq), tentara Spanyol dapat dikalahkan.
Dengan demikian
Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova dengan
cepat dikuasai, menyusul kota-kota lain seperti Sevilla, Elvira dan Telodo yang
dijadikan Ibu Kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam
memperolah kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat
setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Selain Thariq
bin Ziyad dan Musa bin Nushair pahlawan yang berjasa menaklukkan Spanyol adalah
Tharif bin Malik yang dapat disebut sebagai pahlawan perintis membuka jalan ke
Spanyol. Di zaman Umar bin Abdul Aziz, pasukan Islam berusaha menaklukan
Perancis melalui pegunungan Pyrenia dipimpin oleh Abdul Rahman bin Abdullah
Al-Ghofiqi, ia mulai dengan menyerang Taours. Al-Ghofiqi terbunuh dan
tentaranya mundur ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut diatas,
pulau-pulau yang terdapat dilaut tengah juga jatuh ke tangan pemerintah Bani
Umayah seperti pulau Mayorca, Corsiva, Creta, Rhodes, Crypus dan sebagian
Silcillia.
Dengan
keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah baik wilayah timur atau barat, wilayah
kekuasaan Islam masa Bani Umayah ini betul-betul sangat luas, meliputi Spanyol,
Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab. Selanjutnya sebagian Asia Kecil,
Persia, Afganistan, Palestina, Turkmenia, Uzbek, Kirgis dan Asia Tengah.
b.
Kronologi Dinasti Bani Umayah
1.
661
M. à
Muawiyah menjadi Khalifah dan mengasaskan Dinasti Bani Umayah.
2.
670
M. à
Mara ke Afrika Utara. Penaklukkan Kabul.
3.
677
M. à
Penawaran Samarkand dan Tirmiz. Serangan ke atas Konstatinopel.
4.
680
M. à
Kematian Muawiyah. Yazid I menaiki takhta. Peristiwa pembunuhan Hussein.
5.
685
M. à
Khalifah Abdul Malik menjadikan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi kerajaan.
6.
700
M. à
Kempen menantang kaum Barbar di Afrika Utara.
7.
711
M. à
Penaklukkan Spanyol, Sind dan Transoxiana.
8.
712
M. à
Tentara Umayah Mara ke Spanyol, Sind, dan Transoxiana.
9.
713
M. à
Penaklukkan Multan.
10.
716
M. à
Serangan ke atas Konstatinopel.
11.
717
M. à
Umar ibn Abdul Aziz menjadi Khalifah. Pembaharuan yang hebat dijalankan.
12.
725
M. à
Tentara Islam menawan Nimes di Perancis.
13.
749
M. à
Kekalahan tentara Umayah di Kufah, Iraq di tangan tentara Abbasiyah.
14.
750
M. à
Damsyik ditawan oleh tentara Abbasiyah. Runtuhnya Dinasti Bani Umayah.
B.
Perkembangan dan Kemajuan Dinasti Bani Umayah
a.
Perkembangan Tata Pemerintahan
Kurang lebih 100 tahun sepeninggalan
Nabi Muhammad SAW, wilayah kekuasaan Islam sudah mencapai perbatasan Tiongkok,
di sebelah timur dan pesisir Atlantik pada belahan barat, termasuk wilayah
Spanyol beserta Perancis Selatan.
Mau tak mau berlangsung perkembangan
tata pemerintahan sesuai dengan perkembangan wilayah dan perkembangan urusan
kenegaraan yang bertambah lama bertambah kompleks.
Di samping majlis penasihat yang
mendampingi Khalifah maka berlaku pembagian tugas pemerintah sebagai berikut:[5]
1.
Katib-Al-Rasail,
yakni Sekertaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan
surat menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
2.
Katib-Al-Kharaj,
yakni Sekertaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan
pengeluaran negara.
3.
Katib-Al-Jundi,
yakni Sekertaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang
bersangkutan dengan ketentaraan.
4.
Katib-Al-Syurthah,
yakni Sekertaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan
keamanan umum (Kepolisian).
5.
Katib-Al-Qudha,
yakni Sekertaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum
melalui badan-badan peradilan dan hakim-hakim setempat.
Pada masa
pemerintahan Daulat Umayah itu belum dikenal istilah Wazir (Minister).
Sekalipun begitu istilah Al-Kitab (Sekertaris) masih dipakai dalam tatanegaraan
modern dewasa ini. Hal ini dapat dijumpai pada susunan Kabinet di Inggris dan
Amerika Serikat.
b.
Perubahan Tata Protokoler
Seorang Khalifah pada masa pemerintahan Khulafaur-Rasyidin (632-661
M/10-41 H) di Madinah Al-Munawwar masih berdiam pada rumah kediamannya dan
bergaul seperti rakyat biasa di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu
tidak ada tata cara secara khusus bagi menghadap Khalifah. Ia dapat dicegat di
jalanan, di Masjid, dan didatangi ke rumahnya.
Tetapi struktur kekuasaan pada masa Daulat Umayah telah terbentuk
kekuasaan warisan didalam lingkungan satu keluarga. Cara protokoler bagi
menghadap Khalifah, fasilitas pertama untuk maju ke depan balai penghadapan
Khalifah adalah anggota-anggota keluarga (Ahlul-Nasbi). Jikalau garis turunan
bersamaan tingkatnya maka didahulukan pihak tertua usianya. Jikalau tingkat
usia besamaan maka didahulukan para Cendikiawan (Ahlul-Adabi wal-Ilmi).[6]
c.
Lambang Daulat Umayah
Pada masa Nabi Muhammad SAW (570-632 M) maupun Khulafaur-Rasyidin
(632-661) tidak ada warna khusus untuk bendera sebagai lambang kekuasaan.
Tetapi pada masa Daulat Umayah (661-750) telah ditetapkan warna khusus sebagai
lambang kekuasaan Daulat Umayah, yaitu Bendera Merah.
Pada setiap upacara kenegaraan maupun upacara-upacara ketentaraan
maka Bendera Merah dikibarkan. Lambang kekuasaan itu dibawa setiap pasukan ke
dalam setiap medan pertempuran.
Selain beberapa perkembangan
diatas, ada satu hal yang mesti di catat disini, yaitu masalah pergantian
khalifah. Pada masa Dinasti Bani Umayyah, khalifah tidak lagi dipilih oleh
rakyat, tetapi oleh khalifah sebelumnya. Jabatan khalifah diwariskan secara
turun temurun. Oleh karena itulah, Dinasti Bani Umayyah digolongkan sebagai Monarchi
Heridetis.
d.
Militer
Punjak wilayah kekuasaan kaum muslim terjadi pada masa Dinasti Bani
Umayah.ketika itu wilayah kekuasan kaum muslim membentang dari perbatasan China
di sebelah timur sampai Spanyol di sebelah barat. Luas nya wilayah ini tak
lepas dari kuat nya militer yang di miliki dahula ini.secara umum organisasi
militer Dinasti Bani Umayah mengikuti model Romawi atau Persia. Formasinya
tersusun atas lima bagian: tengah (qalb al-jaisy), sayap kanan (al-maimanah),
sayap kiri (al-mairasah), depan (al-muqaddimah, biasanya terdiri
atas pasukan berkuda), dan belakang (saqah al-jaisy, berfungsi sebagai
pasukan atas pasukan pengiring/cadangan). Formasi ini disebut sistem ta’biah.
Selain angkatan darat (al-jund), pada masa Daulah Bani
Umayah juga dibangun angkatan laut (al-bahriyah). Model yang ditiru
adalah angkatan laut Byzantium. Selain angkatan darat dan angkatan laut, ada
pula organisasi kepolisian (as-syurtah). Pada awalnya, kepolisian
merupakan bagian dari lembaga kehakimann. Namun pada akhirnya, kepolisian
menjadi organisasi mandiri dengan tugas mengurus soal-soal kriminal. Pada masa
Hisyam bin Abdul Malik, di dalam organisasi kepolisian dibentuk semacam brigade
mobil (Nizam al-Ahdas) dengan tugas mirip tentara.
e.
Sosial
Masyarakat Dinasti Bani Umayah terbagi berdasarkan agama: muslim
dan nonmuslim. Masyarakat muslim sendiri terbagi menjadi muslim Arab dan muslim
non-Arab (Mawali). Muslim Arab menjadi warga nomor satu yang mendapatkan
banyak keistimewaan, sementara muslim non-Arab menjadi warga kelas dua. Adapun
warga nonmuslim yang menjadi warga kelas tiga merupakan komunitas minoritas
yang di lindungi (Ahlul Zimmah), yaitu mereka yang keamanannya di jamin
(al-musta’min). Kebanyakan dari mereka adalah Ahlul Kitab pemeluk
Yahudi, Kristen/Nasrani, dan Saba. Kepada mereka dikenakan jizyah, yaitu pajak
kepala sebagai ganti atas jaminan keamanan yang diberikan kepada mereka oleh
negara.
f.
Seni dan Budaya
Perkembangan seni dan budaya pada masa Dinasti Bani Umayah
merupakan tahap awal dari perkembangan seni dan budaya pada sesudahnya.
Perkembangan ini meliputi banyak hal, mulai dari sastra sampai arsistektur. Di
bidang sastra, lahir para penyair hebat seperti Al-farazdaq, Al-akhtal, Qathari
bin Al-fuja’ag, Abdullah bin Qais ar-Ruqayyat, dan Kasit bin Zaid,. Pusat
perkembangan sastra pada antara lain Damaskus, kufah, Basrah, Mekah, dan
Madinah. Salah satu kitab sastra pada masa ini berjudul an-Naqis, berisi
syair-syair Jarir dan al-Farazdaq. Selanjutnya, berkembang pula seni suara,
seperti qira’at Al-Qur’an, qasidah dan lagu-lagu berirama cinta. Di Mekah pernah muncul perkumpulan penyanyi dan
ahli musik. Perkumpulan inidimotori oleh Thuwais, Ibnu Suraih, dan Al-Gharid.
Pada masa Dinasti Bani
Umayyah dibangun istana dan masjid dengan arsitektur yang khas. Bentuk
bangunan segi empat beratap rata pada masa sebelumnya mengalami perubahan.
Masjid-masjid yang dibangun pada zaman ini dilengkapi dengan mihrab di arah
kiblat, dengan atap melengkung dan hiasan kaligrafi. Selain itu, masjid juga
dilengkapi dengan menara. Arsitektur masjid juga luar, terutama karena beberapa
gereja dijadikan masjid.[7]
g.
Ilmu Pengetahuan
Pekembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Bani Umayah masih
berada di tahap awal. Oleh Philip K. Hitti, masa Dinasti Bani Umayah merupakan
masa inkubasi. Ini karena perhatian para penguasa dipusatkan untuk ekspedisi
militer keberbagai perbatasan. Selain itu, tenaga lebih banyak dicurahkan untuk
menstabilkan keadaan politik di dalam negeri.
Namun demikan, bukan berarti ilmu pengetahuan tidak berkembang sama
sekali. Meskipun masih tahap awal, sudah ada perhatian yang pengusa dan
keluarganya untuk memajukan ilmu pengetahuan. Khalid bin Walid cucu Khalifah
Muawiyah, misalnya memelopori penerjemahan ilmu kimia dan kedokteran. Pada masa
Walid bin Abdul Malik, didirikan bimaristan, yaitu semacam rumah sakit yang
juga menjadi tempat studi ilmu kedokteran. Beberapa cabang pengetahuan meliputi
ilmu Bahasa, Ilmu Qiraah, Hadist, Tafsir, Teologi, dan Tarikh (sejarah) juga
berkembang pada masa Dinasti Bani Umayah.
C.
Kemunduran Dinasti Bani Umayah
Dalam perjalanan sejarahnya, Bani
Umayah mengalami kemunduran pada masa pemerintahan Walid bin Yazid (743-744 M).
Bahkan akhirnya mengalami kehancuran ketika diserang oleh gerakan Bani Abbas
pada tahun 750 M. Ada beberapa faktor penyebab kehancuran pemerintahan Bani
Umayah:
1.
Sistem
pergantian Khalifah melalui garis keturunan adalah suatu sistem yang baru bagi
tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas,
sehingga sistem Khalifah menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di
kalangan istana.
2.
Latar
belakang terbentukya Bani Umayah tidak bisa dipisahkan dengan konflik-konflik
politik yang terjadi dengan pengikut Ali bin Abi Thalib (Syi’ah) atau dengan
kaum Khawarij. Penumpasan tersebut banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3.
Terjadinya
pertentangan etnis antara suku Arab Utara dengan suku Arab Selatan, sehingga
sulit untuk menggalang kesatuan dan perstuan. Di tambah sebagian besar golongan
Mawali (non Arab) yang tidak puas sebagia warga negara kelas dua.
4.
Kehidupan
yang serba mewah, memnuat anak-anak Khalifah tidak sanggup memikul beban berat
kenegaraan tatkala diwarisi kekuasaan.
5.
Munculnya
kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Abas bin Abdul Muthalib.
Dari kelima faktor tersebut, yang secara langsung menyebabkan
runtuhnya kekuasaan Bani Umayah adalah adanya revolusi besar oleh Abu Muslim.
Gerakan ini didukung oleh Ali dan Utsman dari golongan Syi’ah yang ingin
menuntut balas atas tewasnya al-karamani oleh Ibnu Sayyar dalam pertempuran
merebut ibu kota Merv tahun 129 H/747 M.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bani Umayah merupakan penguasa Islam
yang telah merubah pemerintahan yang demokratis menjadi monarchi (sistem
pemerintahan yang berbentuk kerajaan). Kerajaan Bani Umayah diperoleh melalui
kekerasan, diplomasi dan daya tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara
terbanyak sebagaimana dilakukan oleh pemimpin sebelumnya, yaitu Khalafaur
Rasyidin. Meskipun mereka tetap menggunakan istilah Khalifah, namun mereka
memberikan interpretasi baru untuk menggunakan jabatannya. Mereka menyebutnya
“Khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.
Kekuasaan Bani Umayah berlangsung
selama 90 tahun (680-750 M). Dinasti ini dipimpin oleh 14 Khalifah. Ekspansi
yang terhenti pada masa Khalifah Ustman dan Ali dilanjutkan oleh Dinasti ini.
Sehingga kekuasaan Islam betul-betul sangat luas. Di samping melakukan
perluasan wilayah kekuasaan Islam, Bani Umayah juga berjasa dalam bidang
pembangunan dan kemajuan ilmu pengetahuan, misalnya mendirikan dinas pos,
menerbitkan angkatan bersenjata, mencetak mata uang. Ilmu Naqli, yaitu
filsafat dan ilmu eksakta mulai dirintis. Ilmu Al-Qur’an berkembang dengan
pesat, karena orang Muslim membutuhkan hukum dan undang-undang, yang bersumber
pada Al-Qur’an.
B.
Saran dan Kritik
Ø Kerjakan jauh-jauh hari sebelum pengumpulan dan kerjakan secara
bertahap.
Ø Rajin mencari referensi baik buku maupun internet.
Ø Diskusikan dengan teman-teman apabila mempunyai kendala dalam
membuat makalah.
Ø Mohon kritik dan saran yang membangun bagi makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Syukur,
Fatah, 2009. Sejerah Peradabaan Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putri.
Wahid
dkk, Achmadi, 2008. Sejarah Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani.
Sou’yb,
Joesoef, 1977. Sejarah Daulat Umayah I di Damasku. Jakarta: Bulan
Bintang, 1977.
[1] Achmadi
Wahid dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,
2008), hlm. 52.
[2] Fatah
Syukur, Sejerah Peradabaan Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putri, 2009),
hlm. 65.
[3] Achmadi
Wahid dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,
2008), hlm. 52.
[4] Fatah
Syukur, Sejerah Peradabaan Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putri, 2009),
hlm. 69.
[5] Joesoef
Sou’yb, Sejarah Daulat Umayah I di Damaskus, (Jakarta: Bulan Bintang,
1977), hlm. 234-235.
[6] Joesoef
Sou’yb, Sejarah Daulat Umayah I di Damaskus, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977),
hlm. 235-236.
[7] Achmadi
Wahid dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,
2008), hlm. 58.
[8] Fatah
Syukur, Sejerah Peradabaan Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putri, 2009),
hlm. 83.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar