Makalah
Persimpangan Antara Tarekat dan Kebatinan
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Tarekat dan Suluk
Dosen Pengampu: Prof. Amin Syukur
Disusun oleh:
Kimas Rajab Pratama (1404046053)
Husni Dzulvakor Rosyik (1404046079)
JURUSAN TASAWUF PSIKOTERAPI
FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
A.
PENDAHULUAN
Dalam ajaran
tasawwuf diterangkan, bahwa syari’at itu hanya peraturan belaka, tarekatlah
yang merupakan perbuatan untuk melaksanakan syari’at itu, apabila syari’at dan
tarekat ini sudah dapat dikuasai, maka lahirlah hakekat yang tidak lain
daripada perbaikan keadaan atau ahwal, sedang tujuan yang terakhir ialah
ma’rifat yaitu mengenai dan mencintai Tuhan dengan sebaik-baiknya.
Terutama di
negeri kita ini pada waktu yang akhir sangat banyak kaum terpelajar mencemooh
tarekat, sebaimana mereka mencemooh tasawwuf umumnya, seakan-akan suatu
pekerjaan yang dibuat-buat dan tersia-sia dalam kehidupan Islam. Apakah mereka
sudah mengenal tarekat atau tasawwuf itu dari dekat? Betapa besar perhatian
ahli-ahli pikir Eropa terhadap tasawwuf, termasuk tarekat, karena mereka
melihat dalam didikan batin ini tersembunyi kekuatan umat Islam yang tidak
terhingga.
Kebatinan pun
tak luput dari perhatian ahli-ahli pikir, sebenarnya sudah cukup banyak
tulisan-tulisan tentang aliran kebatinan baik yang dari pihak aliran kebatinan
sendiri, maupun dari pihak-pihak pengamat masalah-masalah sosial Indonesia.
Aliran kebatinan sebagai perwujudan dari mistik Jawa. Walaupun sukar untuk
menunjuk apa yang namanya Agama Jawa, tetapi jika sependapat dengan Clifford
Geertz tentu akan menyetujui bahwa yang namanya Agama Jawa itu ada dan
perwujudannya kurang lebih seperti yang digambarkan olehnya, yaitu
percampurbauran unsur-unsur agama yang pernah ada di Jawa.
Jadi, pada
dasarnya asas ajaran Islam ialah ke-Esaan Tuhan, tak bersekutu, tak pula
tersamai atau terpadani Kemahakuasaan-Nya. Islam tak mengenal Tuhan yang
berinteraksi dalam diri makhluknya, tak pula Juru Selamat; segala urusan berada
pada Allah, Rabb yang Esa, dan segenap insan, ciptaan yang sekaligus
hamba-Nya. Keseluruhan Risalah Tuhan terhimpun dalam al-Qur’an, sebuah kitab wahyu
yang di turunkan dari masa ke masa kepada manusia Muhammad. Dengan begitu jelas
semua kembali kepada-Nya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana Tarekat dan Kebatinan itu?
2.
Bagaimana titik temu antara Tarekat dan Kebatinan?
3.
Bagaimana persimpangan antara tarekat dan kebatinan?
C.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Tarekat dan Kebatinan
Kata tarekat berasal dari bahasa Arab thoriqoh, jamaknya thoraiq,
yang berarti: (1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode, system
(al-uslub), (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab), (4) keadaan (al-halah), (5)
tiang tempat berteduh, tongkat, payung (‘amud al-mizalah). Menurut Al-Jurjani
‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali (740-816 M), tarekat ialah metode khusus yang
dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui
tahapan-tahapan/maqamat.
Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti
metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan
kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai
persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga
formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.
Bila ditinjau dari sisi lain tarekat itu mempunyai tiga sistem,
yaitu: sistem kerahasiaan, sistem kekerabatan (persaudaraan) dan sistem hirarki
seperti khalifah tawajjuh atau khalifah suluk, syekh atau mursyid, wali atau
qutub. Kedudukan guru tarekat diperkokoh dengan ajaran wasilah dan silsilah.
Keyakinan berwasilah dengan guru dipererat dengan kepercayaan karamah, barakah
atau syafa’ah atau limpahan pertolongan dari guru.
Pengertian diatas menunjukkan Tarekat sebagai cabang atau aliran
dalam paham tasawuf. Pengertian itu dapat ditemukan pada al-Thoriqoh
al-Mu'tabarah al-Ahadiyyah, Tarekat Qadiriyah, THORIQOH NAQSYABANDIYAH, Tarekat
Rifa'iah, Tarekat Samaniyah dll. Untuk di Indonesia ada juga yang menggunakan
kata tarekat sebagai sebutan atau nama paham mistik yang dianutnya, dan tidak
ada hubungannya secara langsung dengan paham tasawuf yang semula atau dengan
tarekat besar dan kenamaan. Misalnya Tarekat Sulaiman Gayam (Bogor), Tarekat
Khalawatiah Yusuf (Suawesi Selatan) boleh dikatakan hanya meminjam sebutannya
saja. Bahkan di Manado ada juga Biara Nasrani yang menggunakan istilah Tarekat,
seperti Tarekat SMS Joseph.[1]
Gerakan mistik dalam Islam, tumbuh dari kezuhudan dan pada tahap
awalnya terwakili oleh baik lelaki maupun perempuan, baik di kota maupun di
gurun.[2]
Bagi setiap bangsa mistik merupakan keyakinan yang dipandang sebagai kemajuan
dalam kehidupan rohani, juga sering diartikan sebagai “perjalanan” atau “hijrah”.
Beberapa simbol lain, telah dipakai pula untuk menggambarkan maksud yang sama.
Hal ini, merupakan gejala universal. Kaum Sufi sendiri yang bertujuan mencari
Tuhan, menyebut dirinya sebagai “pengembara” (salik). Ia melakukan
“pengembaraan” dengan perlahan-lahan melalui “tahapan-tahapan” (maqamat)
tertentu setelah melewati “lintasan” (tariqat), guna mencapai tujuan
untuk bersatu dengan kenyataan (fana fil Haq).[3]
Sebagaimana sudah diterangkan, bahwa Tarekat itu artinya jalan,
petunjuk dalam melakuka suatu ibadat sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan
dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun-temurun
sampai kepada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-berantai. Guru-guru yang
memberikan petunjuk dan pimpinan ini dinamakan Mursyid yang mengajar dan
memimpin muridnya sesudah mendapat ijazat dari gurunya pula sebagaimana
tersebut dalam silsilahnya. Dengan demikian ahli Tasawwuf yakin, bahwa
peraturan-peraturan yang tersebut dalam ilmu Syari’at dapat dikerjakan dalam
pelaksanaan yang sebaik-baiknya.
Orang Islam yang tidak mengerti ilmu Tasawwuf acapkali bertanya
secara mengejek, mengapa ada pula Ilmu Tarekat, apa tidak cukup ilmu fiqh itu saja
dikerjakan untuk melaksanakan ajaran Islam itu. Orang yang bertanya demikian
itu sebenarnya sudah melakukan ilmu tarekat, tatkala gurunya yang mengajarkan
ilmu fiqh kepadanya, misalnya sembahyang, menunjuk dan membimbing dia,
bagaimana cara melakukan ibadat sembahyang itu, bagaimana mengangkat tangan
pada waktu takbir pembukaan, bagaimana berniat yang sah, bagaimana melakukan
bacaan, bagaimana melakukan Mukti dan sujud, semuanya itu dengan
sebaik-baiknya. Semua bimbingan guru itu dinamakan tarekat, secara minimum
tarekat namanya, tetapi jika pelaksanaan ibadat itu berbekas kepada jiwanya,
pelaksanaan itu secara maksimum hakekat namanya, sedang hasilnya sebagai tujuan
terakhir daripada semua pelaksanaan ibadat itu ialah mengenal Tuhan
sebaik-baiknya, yang dengan istilah Sufi ma’rifat namanya, mengenal Allah,
untuk siapa persembahkan segala amal ibadat itu.
Dalam ilmu tasawwuf penjelasan ini disebut demikian: Syari’at itu
merupakan peraturan, tarekat itu merupakan pelaksanaan, hakekat itu merupakan
keadaan dan ma’rifat itu adalah tujuan yang terakhir. Dengan lain perkataan
Sunnah harus dilakukan dengan tarekat,tidak cukup hanya keterangan Nabi saja,
jikalau tidak dilihat pekerjaannya dan cara melakukannya, yang melihat itu
adalah sahabat-sahabatnya, yang menceritakan kembali kepada murid-muridnya,
yaitu tabi’in, yang menceritakan pula kepada pengikutnya, yaitu tabi-tabi’in
dan selanjutnya.[4]
Ilmu kebatatinan adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana
mengubah batin agar lebih dekat dengan Tuhan dan
mendapatkan ketenangan diri untk membangkitkan hal positif dalam diri manusia.
Tujuan utama dari ilmu ini adalah untuk menguatkan iman terhadap Tuhan agar
lebih meyakini kehadiran Tuhan dalam menjadi tuntunan kehidupan. Perkembangan
ilmu kebatinan sangat pesat, hal ini dibuktikan berbagai kalangan yang
terkadang memberikan berbagai pengobatan berdasarkan kekuatan batin ini. Tidak
banyak yang salah mengartikan ilmu ini sebagai sesuatu yang salah mengartikan
ilmu ini sebagai sesuatu yang negatif.
Sedangkan
aliran kebatianan yaitu semacam agama orang jawa yang bersifat mistis selain
agama-agama yang diakui oleh pemerintah. Hal tersebut juga disamakan dengan
kepercayaan masyarakat setempat yang sudah diakui oleh pemerintah.[5]
2.
Titik Temu Tarekat dan Kebatinan
Pada dasarnya
baik Tarekat maupun Kebatinan sama-sama mempunyai tujuan yang sama yaitu
mencapai derajat yang tinggi disisi Tuhan, akan tetapi tampak berbeda didalam
praktek-praktek latihan kejiwaan. Tahapan-tahapan yang dilalui secara garis
besar terdapat kesamaan, dimana masing-masing memiliki aspek penyucian jiwa dan
konsentrasi hanya kepada Tuhan. Penghindaran atau pengambilan jarak dari dunia
materi pada Tarekat dilakukan dengan zuhud dan uzlah, adapun zuhud ini dilakukan
dengan berpakaian,makan minum yang sederhana. Sedangkan kebatinan dilakukan
dengan puasa, mengurangi makan dan tidur. Dengan demikian perwujudan distansi
itu berbeda, tetapi tujuan yang dicapai sama yaitu penyucian batin dengan cara
melemahkan jasmani, karena jasmani merupakan saluran-saluran nafsu. [6]
Antara Tarekat
dan Kebatinan juga mempunyai tujuan dan metode yang sama, tujuan Tarekat adalah
untuk mencapai ma’rifat ataupun insan kamil dengan berusaha melatih diri (riyadhah)
serta berjuang (mujahadah) melepaskan diri dari belenggu hawa nafsu dan
sifat kebendaan yang merupakan hijab antara hamba dan Tuhan. Dengan metode adalah
sistem pendidikan tiga tingkat, yaitu Tahalli, Takhalli, Tajalli.
Sedangkan Kebatinan mempunyai tujuan manunggaling kawulo gusti,
jumbuhing kawulo gusti... Kondisi persatuan manusia dengan Tuhan... Curiga
manjing ing rangka, raka manjing ing curiga (keris yg bersatu dengan rangkanya).
Serta metodenya adalah dengan latihan-latihan kerohanian atau juga dengan olah
rasa dengan melalui manembah, sujud, meditasi, tapa dan lain-lain.
Titik temu yang
lain antara Tarekat dan Kebatinan ialah sama-sama mempunyai guru atau sang
pembawa ajaran, dalam Tarekat ada Mursyid dan di Kebatinan ada “Leluhur”. Dalam
kepercayaan Kejawen Klasik, apa yang disebut “Leluhur” itu adalah orang-orang
yang memiliki sifat-sifat luhur pada masa hidupnya, dan setelah meninggal
mereka masih senantiasa dihubungi oleh orang-orang yang masih hidup dengan cara
melakukan upacara adat.[7]
Titik temu selanjutnya adalah Sama-sama adanya pusat kegiatan, Mengajarkan
moral / akhlak (tujuan), Pengalaman (terdapat pengalaman ‘persatuan’ dengan
Tuhan).
3.
Persimpangan Antara Tasawuf dan Kebatinan
Pergumulan Islam (Tarekat) dengan mistik Jawa (Kebatinan) Nampak terlihat jelas dari perkembangan sikap hidup
keagamaan orang Jawa. Munculnya aliran-aliran kebatinan merupakan wujud dari
pengolahan Jawa atas mistik Islam. Ajaran Islam yang memperkenalkan konsep
tentang keTuhanan-Nya melalui ajaran tasawufnya, telah diadopsi di dalam
berbagai aspek kehidupan orang Jawa.
Banyak
masyarakat Islam yang keliru dalam mengartikan apa itu aliran kebatinan, hal
itu terutama disebabkan oleh karena mereka itu tidak mengenal Hakikat Kebatinan
dan kurang sekali mengetahui Sejarah Jawa. Orang-orang Kebatinan yang dulu maupun yang
sekarang sama sekali tidak berpegang teguh kepada wejangan-wejangan Walisongo.
Kebatinan adalah produk asli dari masyarakat pribumi Jawa. Buku-buku yang
berisi wejangan-wejangan Walisongo, yang antara lain telah didisertasikan oleh
Prof. Schrieke dengan judul; Het van Bonang itu adalah justru akal bulus dari
Dinasti Demak untuk mentransformasikan ajaran-ajaran Kebatinan kedalam faham
Islam.[8]
Bermunculannya
aliran-aliran Kebatinan itu adalah dan memanglah kenyataan sosial-kulturil,
yang telah berproses mengikuti hukum sejarah kebudayaan dan tidak mungkin dapat
dibendung.[9]
Tarekat dan Kebatinan mempercayai adanya Sang Pencipta. Dalam Tarekat mereka
menyebutkan Allah sedangkan Kebatinan hanya menyebutkan Tuhan. Persimpangan
yang lain adalah dalam Tarekat apabila ada seseorang yang masuk mengikuti
ajaran Tarekat tersebut maka harus di baiat terlebih dahulu. Berbeda dengan
Kebatinan yang tak perlu adanya pembaiatan tersebut.
Orang-orang
yang mengikuti ajaran Tarekat sangat berpegang teguh kepada Syari’at serta
Al-Qur’an dan Sunnah, sedangkan Kebatinan lebih menekankan renungan hati. Akan
tetapi terlepas dari semua pendapat yang ada dimasyarakat tentang Tarekat dan
Kebatinan intinya kedua ajaran tersebut sama-sama mengajarkan moral atau akhlaq
yang baik kepada setiap pengikutnya. Serta sama-sama mengakui adanya Tuhan.
D.
Kesimpulan
Tarekat
memiliki dua pengertian, pertama ia berarti metode pemberian bimbingan
spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri
dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood)
yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau
khanaqah. tarekat itu mempunyai tiga sistem, yaitu: sistem kerahasiaan, sistem
kekerabatan (persaudaraan) dan sistem hirarki seperti khalifah tawajjuh atau
khalifah suluk, syekh atau mursyid, wali atau qutub. Kedudukan guru tarekat
diperkokoh dengan ajaran wasilah dan silsilah. Keyakinan berwasilah dengan guru
dipererat dengan kepercayaan karamah, barakah atau syafa’ah atau limpahan
pertolongan dari guru.
Sedangkan
aliran kebatianan yaitu semacam agama orang jawa yang bersifat mistis selain
agama-agama yang diakui oleh pemerintah. Ilmu kebatatinan adalah suatu ilmu
yang mempelajari bagaimana mengubah batin agar lebih dekat dengan Tuhan dan
mendapatkan ketenangan diri untk membangkitkan hal positif dalam diri manusia.
Titik temu
dan persimpangan
TITIK TEMU
|
PERSIMPANGAN
|
·
Keyakinan (Tuhan Yang Maha Esa)
·
Pengalaman (terdapat pengalaman ‘persatuan’ dengan
Tuhan )
·
Laku
·
Guru sang pembawa ajaran
·
Mengajarkan moral / akhlak (tujuan)
·
Sama-sama adanya pusat kegiatan
·
Mempunyai dasar yang sama
·
Zuhud, asketik, laku ada pada kedua pola mistik
Islam dan Jawa ini.
|
·
Tarekat : Allah, Kebatinan : Tuhan
·
Tarekat : Baiat, Kebatinan : tidak ada
·
Tarekat : Syari’at, Keatinan : renungan (hati)
·
Tarekat : dasarnya Al-qur’an dan Sunnah,
·
Kebatinan : tergantung alirannya, sinkritis (non
Al-qur’an)
·
Kebatinan : kedikjayaan
|
DAFTAR PUSTAKA
A.Nicholson, Reynold, Mistik Dalam Islam, Jakarta: BUMI
AKSARA, 1998.
Aceh, Abubakar, Pengantar Ilmu Tarekat, Solo: Ramadhani,
1996.
A.J. Arberry, Pasang-Surut Aliran Tasawuf, Bandung: MIZAN,
1985.
Romdon,
Tashawuf Dan Aliran Kebatinan, Yogyakarta: LESFI, 1993.
Sofwan, Ridin, Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan, Semarang:
CV. Aneka Ilmu, 1999.
Damami, Muhammad, Makna Agama Dalam Masyarakat Jawa, Yogyakarta:
Lefsi, 2002
Warsito S. dkk, Disekitar Kebatinan, Jakarta: Bulan Bintang,
1973.
[1] Di kutip
dari https://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat,
pada hari kamis tanggal 10 Maret 2016
[2] A.J.
Arberry, Pasang-Surut ALIRAN TASAWUF, (Bandung: MIZAN, 1985), hlm. 107
[3] Reynold
A. Nicholson, Mistik Dalam Islam, (Jakarta: BUMI AKSARA, 1998), hlm. 22
[4] Abubakar
Aceh, PENGANTAR ILMU TAREKAT, (Solo: Ramadhani, 1996), hlm. 6-7
[5] Romdon, TASHAWUF
dan ALIRAN KEBATINAN, (Yogyakarta: LESFI, 1993), hlm. 77
[6] Ridin Sofwan, Menguak Seluk Beluk
Aliran Kebatinan, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 1999), hlm. 106-110.
[7] Muhammad
Damami, Makna Agama dalam Masyarakat Jawa, (Yogyakarta: Lefsi, 2002),
hlm. 59.
[8] Warsito
S. dkk, Disekitar Kebatinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 12.
[9] Warsito
S. dkk, Disekitar Kebatinan, hlm. 41.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
mantab gan, iso tak gawe sinau...hahha
wedus koe luq
Posting Komentar