A.
Pendahuluan
Tujuaan utama
kehadiran Al Qur’an adalah memperkenalkan Allah dan mengajak manusia untuk
mengesakan-Nya serta patuh kepada-Nya . surah ini turun sebagai jawaban atas
pertanyaan sementara kaum musyrikin yang ingin mengetahui bagaimana Tuhan yang
disembah oleh Nabi Muhammad saw. Ini karena mereka menyangka bahwa Tuhan Yang
Maha Esa itu serupa dengan berhala-berhala mereka.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah di turunkannya surat al-Ikhlas?
2.
Apa tujuan di turunkannya surat al-Ikhlas?
3.
Apa saja kandungan pokok dari surat al-ikhlas?
C.
Isi
1.
Sejarah Turunnya Surat Al Ikhlas
Sejarah diturunkannya surat al-Ikhlas adalah Dakwah Rasulullah
di Mekkah. Saat itu Rosul banyak mengalami kendala dan ancaman pembunuhan.
Begitupun saat Beliau berhasil keluar dari Mekkah dan hijrah ke Madinah,
ancaman itu masih berlanjut.
Kaum kafir
Quraisy mengadakan pertemuaan di Darun Dadwah untuk menangkap Muhammad, hidup
atau mati. Akhirnya, keputusan dari pertemuan tersebut adalah barangsiapa dapat
menangkap Muhammad hidup atau mati, maka akan diberi hadiah 100 unta, 100
jariyah dari Rum, dan 100 kuda Arab. Diantara semuanya seorang laki-laki
bernama Suroqoh bersedia untuk menjalankan misi ini.
Singkatnya,
Suroqoh berhasil mengejar Rosul dalam perjalanan ke Madinah. Disaat itu
malaikat Jibril turun dan berkata “wahai Muhammad, Allah telah menundukkan
dunia ini untuk mentaati perintahmu”.
Ketika Suroqoh
tepat berada dibelakang Rosul dan ketika ia ingin menghunuskan pedangnya ke
Rosul, tiba-tiba Suroqoh jatuh terpelosok ke dalam bumi. Ketika itu Rosul
pura-pura tak melihatnya. Lalu Suroqoh memanggil, “Hai Muhammad, tolonglah
aku. Aku tak akan membunuhmu. Ayo kita berdamai."
Rasulullah pun
menolong Suroqoh. Namun setelah selamat, Suroqoh malah kembali menghunuskan
pedangnya dan hendak menikam Rasulullah. Saat ujung pedang Suroqoh hampir
mengenai kulit Rasulullah, tiba-tiba Suroqoh kembali terperosok ke dalam bumi
untuk kedua kalinya.
Suroqoh pun
kembali berteriak meminta tolong kepada Rasulullah. Dan Rasulullah pun
menolongnya lagi. Setelah selamat, Suroqoh pun mendekat dan bersimpuh di
hadapan unta yang dikendarai Rasulullah, seraya berkata,”Wahai Muhammad,
beritahukanlah kepadaku tentang Tuhanmu. Sekiranya Dia memiliki kekuasaan
sehebat itu, apakah Tuhanmu itu terbuat dari emas ataukah perak?”
Rasulullah pun
menundukkan kepalanya. Dan Malaikat Jibril pun datang membawa wahyu, yakni Surat
Al-Ikhlas sebagai jawaban atas pertanyaan Suroqoh.
“Katakanlah
(wahai Muhammad): Dialah Allah yang Maha
Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak
beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia.” (QS. Al Ikhlash:1-4).[1]
2.
Tujuan di Turunkannya Surat
Menurut mayoritas para ulama’ surah ini adalah
Makiyah. Ia turun sebagai jawaban atas pertanyaan kaum kafir Quraisyh yang
ingin mengetahui bagaimana Tuhan yang di sembah Nabi Muhammad saw. Ini karena
mereka menyangka bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu serupa dengan berhala-berhala
yang mereka sembah.
Ada juga riwayat yang menyatakan bahwa surah
ini turun berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan orang Yahudi di Madinah.[2]
Tema utama dari surah ini adalah pengenalan tentang Tuhan Yang Maha Esa dan
yang menjadi andalan dan harapan semua makhluk. Menurut al Biqa’I tujuan utama
adalah penjelas tentang dzat yang Maha Suci (Allah SWT).[3]
3.
Kandungan Surat al Ikhlas
·
AYAT 1
" katakanlah! Dia Allah
yang Maha Esa”
Dalam ayat pertama ini,
menjelaskan tentang keesaan Allah. Yang mencakup keesaan dzat, sifat,
perbuatan, serta keesaan dalam beribadah kepada-Nya.
Keesaan dzat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya bahwa Allah SWT
tidak mengandung unsur-unsur atau bagian-bagian . karena bila dzat yang Maha
Kuasa terdiri dari dua unsur atau lebih betapun kecilnya unsur atau bagian itu,
maka ini berarti Dia membutuhkan unsur atau bagian itu, dengan kata lain unsur
itu merupakan syarat bagi wujud-Nya dan ini bertentangan dengan sifat Ketuhanan
yang tidak membutuhkan suatu apapun.
Keesaan sifat bahwa Allah memiliki sifat yang tidak sama dalam subtansi dan kapasitas-Nya
dengan sifat makhluk, walaupun dari segi bahasa kata yang digunakan menunjukkan
sifat tersebut sama. Seperti Rahim merupakan sifat bagi Allah, tetapi
juga digunakan untuk menunjuk rahmat/kasih sayang makhluk. Namun subtansi dan
kapasitas rahmat dan kasih sayang Allah berbeda dengan rahmat makhluk-Nya.
Allah Maha Esa di dalam sifat-Nya, sehingga tidak ada yang menyamai subtansi
dan kapasitas sifat tersebut.
Keesaan dalam perbuatan bahwa segala sesuatu yang ada di alam raya ini, baik sistem kerjanya
atau sebab dan wujudnya, kesemuanya adalah hasil dari Allah SWT. “apa yang
dikehendaki-Nya maka akan terjadi dan apa yang tak dikehendaki-Nya maka tidak
akan terjadi”. Tidak ada daya untuk menentangnya. Tetapi ini bukan berarti,
Allah berkehendak sewenang-wenangnya. Keesaan perbuatan-Nya dikaitkan dengan
hukum-hukum, atau takdir dan sunatullah yang ditetapkan-Nya.
Keesaan beribadah
secara tulus kepada-Nya yang merupakan keesaan keempat ini merupakan perwujudan
dari ketiga makna keesaan terdahulu. Ibadah dalam pengartian yang umum,
mencakup segala macam aktivitas yang dilakukan demi karena Allah. Mengesakan
Tuhan dalam, beribadah, menuntut manusia untuk melaksanakan segala sesuatu demi
karena Allah.
·
AYAT 2
“Allah tumpuan harapan”
Pada ayat ini menjelaskan tentang kebutuhan makhluk kepada-NYA,
yakni hanya Allah lah yang Maha Esa itu adalah tumpuan harapan yang dituju oleh
semua makhluk guna memenuhi segala kebutuhan, permintaan mereka, serta
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dalam ayat kedua ini kata Allah di ulang
sekali lagi, setelah sebelumnya di ayat pertama telah disebut. Ini untuk memberi
isyarat bahwa siapa yang tidak memiliki sifat asy-shamadiyah atau dengan
kata lain tidak menjadi tumpuan secara penuh, maka ia tidak wajar
dipertuhankan.
·
AYAT 3
“Tidak beranak dan
diperanakan”
Ayat diatas membantah kepercayaan sementara orang tentang Tuhan
dengan menyatakan bahwa Allah Yang Maha Esa itu tidak wajar dan tidak pula
pernah beranak dan disamping itu Dia tidak diperanakan yakni tidak dilahirkan
dari bapak dan ibu.
Dia tidak menciptakan anak, dan juga tidak dilahirkan dari
bapak atau ibu. Tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya dan tidak ada
sesuatu pun yang menyerupai-Nya.
Ayat diatas menafikan segala macam kepercayaan menyangkut
adanya anak atau ayah bagi Allah SWT, baik yang dianut oleh kaum musyrikin,
Yahudi, Nasrani, Majusi atau sementara filosof, baik anak tersebut berbentuk
manusia atau yang lainnya.[4]
·
AYAT 4
“Tidak ada satupun yang
setara dengan-Nya”
Setelah menjelaskan bahwa Allah tidak beranak dan diperanakan,
ayat diatas menafikan sekali lagi segala sesuatu yang menyamai-Nya baik sebagai
anak atau bapak ataupun selainnya, dengan menyatakan: Tidak ada satu pun
baik dalam imajinasi atau dalam kenyataan yang setara dengan-Nya dan juga tidak
ada sesuatu apapun yang menyerupai-Nya.[5]
وباءسناده عن ابن عباس في قو له تعل : (قل هو لله اًحد) وذلك اًن قر يشاَ قلوا يا محمد صف لن
ربك من اًي شيء هو من ذهب اًم من فضة؟فاً نزل لله في بيان صفته ونعته فقا ل : قل
يا محمد لقريش هو الله اًحد لاشريك له ولاولد له. (الله الصمد) السيد الذي قدانتهى
سؤدده واحتاج إليه اليه الخلا ئق, ويقال الصمد الذي لا ياًكل ولايشرب, ويقال الصمد
الذي ليس اًجوف, ويقالل الصمدالصافي, ويقال الصمدالدائم, ويقال الصمد الباقي,
ويقال الصمد الكافي, ويقال الصمد الذي ليس له مدخل ولا مخج, ويقال الصمد الذي لم
يلد ولم يو لد. (لم يلد ولم يولد) يقول: لم يرثولم يورث, ويقل لم يلد ليس له ولد
فيرث ملكه ولم يو لد وليس له والد فورث عنه الملك. (ولم يكن له كفواَاًحد) يقول:
لم يكن له كفواَاًحد ليس له ضد ولا ند ولاشبه ولاعدل ولااًحد يشا كله, ويقل: لم
يكن له كفواَاًحد فيعاده في الملك والسلطان.[6]
D. Kesimpulan
Demikian surah al
Ikhlas menetapkan keesaan Allah SWT secara murni dan menafikan segala macam
kemusyrikan terhadap-Nya. Wajar jika Rasullah saw, menilai surat ini sebagai:
“sepertiga al-Qur’an” (HR. Malik, Bukhari dan Muslim), dalam arti makna
yang terkandung memuat al-Qur’an, karena keseluruhan al-Qur’an mengandung
aqidah, syariat dan akhlak, sedangkan surah ini adalah puncak aqidah. Maha
Benar Allah dalam segala firman-Nya. Wa Allahu A’lam.[7]
E. Penutup
Saran dan Kritik
1. Kerjakan jauh-jauh hari sebelum pengumpulan dan kerjakan secara
bertahap.
2. Rajin mencari referensi baik buku maupun internet agar makalah yang
dibuat mencapai 90% sempurna.
3. Diskusikan bersama teman bila mempunyai kendala dalam mengerjakan
makalah.
Daftar Pustaka
Shihab, M. Quraish, “Tafsir al Misbah” (Jakarta: Lentera Hati,
2002), 15 vol.
Yakub ibn, Al Abi Tahir, “Tanwir Al Mikbas”.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar